Queensha.id - Jakarta,
Pendidikan bukan sekadar soal ijazah atau gelar, melainkan amanah suci yang harus dijaga dan dilestarikan oleh seluruh umat manusia. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Rantastia Nur Alangan, CEO Universal Institute of Professional Management (UIPM) Indonesia, dalam refleksi kritisnya terhadap kondisi dunia pendidikan saat ini.
“Pendidikan bagi saya adalah amanah suci dari Tuhan, bukan sekadar aktivitas duniawi yang bisa dikomodifikasi oleh segelintir pihak,” ungkap Rantastia, Minggu (20/7/2025).
Ia menegaskan bahwa pendidikan adalah jalan untuk memanusiakan manusia, bukan alat kapitalisasi yang mengorbankan esensi ilmu dan nilai kemanusiaan. Ia pun menyoroti bahwa seruan pertama dalam Islam adalah Iqra!—yang berarti “bacalah”. Bukan sekadar ajakan literasi, tetapi fondasi awal dari lahirnya peradaban yang adil dan tercerahkan.
Namun, menurutnya, realitas hari ini justru memprihatinkan. Pendidikan tinggi masih menjadi barang mewah bagi sebagian besar masyarakat. Ketimpangan akses dan komersialisasi pendidikan menjadi luka terbuka yang belum kunjung sembuh.
Ketimpangan Akses dan Komersialisasi Pendidikan
Dalam pengamatannya, Rantastia menyayangkan bahwa banyak institusi pendidikan justru bertransformasi menjadi entitas bisnis yang dikuasai oleh segelintir elit berkekuatan modal.
“Ironisnya, pemerintah justru menerapkan regulasi yang memberatkan mereka yang ingin menyelenggarakan pendidikan berbasis nilai luhur. Saya menyaksikan langsung bagaimana seseorang yang memiliki kapasitas keilmuan, sistem pembelajaran efisien, dan komunitas belajar aktif tetap harus berhadapan dengan birokrasi yang rumit demi sekadar pengakuan legal sebagai pendidik,” jelasnya.
Paradoks Gedung di Era Digital
Salah satu kritik tajam yang disampaikan Rantastia adalah soal masih diwajibkannya keberadaan gedung fisik untuk pendirian institusi pendidikan tinggi di era digital seperti saat ini.
“Ini adalah sebuah paradoks,” tegasnya.
Ia menambahkan,“Banyak pendidik yang memiliki sistem belajar unggul dan kontribusi nyata, namun tidak diakui negara hanya karena tak punya gedung permanen. Sementara yang memiliki gedung megah, justru kadang mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan," jelasnya.
Ia menilai bahwa sistem ini tidak lagi relevan dan justru menyingkirkan aktor-aktor pendidikan yang sejatinya progresif dan inovatif.
Solusi: Pendekatan Etis dan Kemanusiaan
Sebagai alternatif, Rantastia menyerukan perlunya pendekatan pendidikan yang lebih etis, humanis, dan inklusif. Ia mendorong pemerintah untuk membuka diri terhadap model-model pendidikan yang nonkonvensional, termasuk pembelajaran digital dan komunitas belajar mandiri.
Legalitas institusi pendidikan, menurutnya, seharusnya tidak lagi hanya dilihat dari fisik bangunan atau kelengkapan administratif, melainkan dari:
1. Kompetensi pendidik.
2. Sistem pembelajaran yang etis dan adaptif.
3. Kontribusi nyata terhadap masyarakat.
4. Pengamalan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
UIPM: Bukti Nyata Inovasi Pendidikan
Menyadari tantangan zaman yang kian kompleks, Rantastia mendirikan Universal Institute of Professional Management (UIPM) merupakan sebuah kampus online yang telah membina ribuan peserta didik lintas negara tanpa batasan geografis dan tanpa keharusan gedung fisik.
UIPM hadir sebagai wujud nyata dari keyakinannya bahwa pendidikan harus menjadi ruang terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar, mengajar, dan berkembang, tanpa diskriminasi ekonomi maupun birokrasi.
“Tugas kita bukan sekadar mencetak gelar, tetapi mencetak manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai bagian dari peradaban,” pungkas Rantastia.
Melalui pernyataan ini, ia tidak hanya menyuarakan kegelisahan pribadi, tetapi juga harapan besar akan arah baru pendidikan: yang tidak didikte kapital, tetapi digerakkan oleh cinta pada ilmu dan kemanusiaan.
***
Minggu, 20 Juli 2025.
Reporter: Tim Redaksi Queensha Jepara.
0 Komentar