Breaking News

Eks TPA Gemulung Jepara Jadi Sorotan: Antara Kebutuhan RTH Pabrik dan Solusi Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

Foto, Ketua DPC Kawali Jepara, Aditya Seko Mulyono.

Queensha.id - Jepara,


Polemik pengelolaan lahan bekas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Gemulung di Jepara kembali mengemuka. Lahan seluas 9.460 meter persegi itu kini menjadi medan tarik menarik antara kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pabrik dan desakan publik akan pentingnya keberlanjutan sistem pengelolaan sampah yang memadai di wilayah tersebut.

Lokasi eks TPA Gemulung yang terletak di belakang pabrik PT HWI Jepara, saat ini hanya menyisakan timbunan sampah dan hamparan ilalang. Sejak resmi ditutup pada April 2020, lahan yang dulunya aktif sejak 2005 itu belum menunjukkan tanda-tanda pengelolaan pasca-penutupan secara optimal, sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri PUPR No. 03/PRT/M/2013 Tahun 2013.

Padahal, menurut aturan, setiap TPA yang ditutup wajib dipantau dan dipelihara selama 20 tahun untuk mencegah dampak lingkungan jangka panjang. Ironisnya, lahan bekas TPA Gemulung malah dilirik untuk kepentingan industri, seperti parkir dan perluasan ruang hijau milik perusahaan.


Kawali Kritik DLH Jepara: Reaktif di Karimunjawa, Pasif di Gemulung

Ketua DPC Kawali Jepara, Aditya Seko Mulyono, menyuarakan keresahannya atas lambannya respons Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jepara dalam menyikapi masa depan eks TPA Gemulung. Kawali menilai DLH cenderung tidak konsisten dalam menyikapi isu lingkungan.

“Saat ada persoalan tambak udang vaname di Karimunjawa dan kasus PT Levels Hotels Indonesia, DLH bisa cepat. Tapi kenapa di Gemulung ini seperti dibiarkan menggantung?” ujar Mas Adit, sapaan akrabnya.

Menurutnya, sejak Musrenbang tahun 2018 yang menghasilkan rekomendasi penutupan TPA Gemulung, semestinya Pemkab Jepara sudah menyiapkan opsi lanjutan terkait pengelolaan sampah dari lima wilayah yang sebelumnya bergantung pada TPA tersebut.


Solusi Ramah Lingkungan dari Limbah

Lebih jauh, Kawali Jateng mendorong agar lahan eks TPA Gemulung tidak dibiarkan mati fungsi. Salah satu usulan konkret adalah pengaktifan kembali lahan tersebut melalui teknologi Intermediate Treatment Facility (ITF) atau Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Dengan sistem ini, sampah akan diolah menggunakan teknologi modern seperti insinerator, gasifikasi, pyrolisis, atau RDF (Refuse Derived Fuel). Teknologi tersebut mampu mereduksi volume sampah hingga 90 persen dan bahkan menghasilkan energi listrik dari proses termal.

“Ini bukan sekadar solusi sampah, tapi bagian dari visi pembangunan berkelanjutan. Dengan ITF, Jepara bisa lebih bersih, mandiri energi, dan ramah lingkungan,” tambah Mas Adit.

Selain efisien secara lahan, ITF juga dinilai memenuhi aspek teknis, finansial, dan sosial. Jika diterapkan dengan baik, eks TPA Gemulung bisa menjadi pilot project pengelolaan sampah modern di Jepara, bahkan Jawa Tengah.


Antara Kepentingan Lingkungan dan Industri

Namun, bayang-bayang konflik kepentingan masih menyelimuti lokasi bekas TPA ini. Keberadaan pabrik HWI yang disebut membutuhkan lahan tambahan untuk parkir dan fasilitas RTH menimbulkan pertanyaan besar: siapa yang seharusnya lebih diutamakan, industri atau masa depan lingkungan?

DPC Kawali dan berbagai kelompok lingkungan hidup mendesak agar Pemkab Jepara, DLH, serta Bappeda transparan soal status lahan dan arah kebijakan yang akan diambil. Jangan sampai eks TPA Gemulung kembali dikorbankan demi kepentingan sesaat tanpa solusi jangka panjang yang menyentuh akar persoalan.

Jepara butuh arah yang tegas: apakah ingin jadi kota industri yang rakus lahan, atau kota berkelanjutan yang berpihak pada lingkungan dan generasi mendatang.

***

Sumber: RN/Hani.

Senin, 21 Juli 2025
Reporter: Tim Redaksi Queensha Jepara

0 Komentar

© Copyright 2025 - Queensha Jepara
PT Okada Entertainment Indonesia