Foto, Mbah Raden Bagus Citro Mataram, Desa Wanusobo, Kecamatan Kedung, Jepara. |
Queensha.id - Jepara,
Suasana Desa Wanusobo, Kecamatan Kedung, Jepara, terasa berbeda pada Jumat ini. Ratusan warga berkumpul dalam suasana khidmat dan meriah untuk mengikuti rangkaian acara Haul Mbah Raden Bagus Citro Mataram, sosok yang diyakini sebagai pendiri sekaligus leluhur yang dihormati oleh warga desa sejak masa awal berdirinya.
Makam Mbah Bagus Citro Mataram yang terletak di dataran lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya, kini menjadi pundhen—tempat yang dikeramatkan dan rutin diziarahi terutama setiap Kamis sore. Sekali dalam setahun, haul atau peringatan wafatnya beliau digelar sebagai wujud rasa syukur dan penghormatan kepada leluhur.
Makam ini berada di tengah kompleks pemakaman umum warga, dilengkapi dengan pendopo sederhana dan naungan pohon besar yang memberikan kesan sakral sekaligus sejuk. Di sekitar area makam juga terdapat musholla dan bangunan pendukung lainnya yang dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan keagamaan.
Ismail, salah satu panitia haul, menuturkan bahwa tradisi ini sudah berlangsung sejak lama, bahkan sebelum dirinya lahir. “Dulu acara haul tidak semeriah sekarang, tapi setiap tahun pasti ada. Yang paling diingat adalah selametan bersama seluruh warga desa dan doa bersama di makam,” kenangnya.
Tahun ini, peringatan haul tampil lebih semarak. Selain acara utama seperti tahtimul Qur’an dan doa bersama, panitia juga menambahkan beberapa kegiatan kekinian seperti sepeda santai bersama, layanan cek kesehatan gratis, hingga bazar UMKM yang melibatkan warga sekitar. Semuanya menjadi ajang silaturahmi dan hiburan bagi warga lintas usia.
“Alhamdulillah, tahun ini makin ramai. Anak-anak sampai orang tua ikut sepeda santai. Hadiahnya juga banyak, dari panitia dan warga yang turut menyumbang doorprize,” ujar Santoso, salah satu tokoh warga yang dikenal hobi bersepeda.
Yang menarik, seluruh rangkaian acara ini didanai secara swadaya oleh warga. Gotong royong menjadi semangat utama, mulai dari dapur umum, konsumsi, hingga keperluan teknis lainnya. Para ibu datang bergantian secara sukarela untuk menyiapkan hidangan tanpa pamrih.
“Dari dulu sampai sekarang semua dilakukan secara gotong royong. Tidak ada honor, tidak ada pungutan. Semua warga datang membawa kebutuhan masing-masing untuk haul,” terang Ismail lagi.
Tradisi Haul Mbah Raden Bagus Citro Mataram menjadi salah satu simbol kuat kebersamaan dan pelestarian budaya lokal di tengah gempuran zaman. Lebih dari sekadar peringatan religi, kegiatan ini menjadi jembatan spiritual, sosial, dan ekonomi yang menguatkan jalinan persaudaraan di Desa Wanusobo.
***
(Laporan: Pak Muin)
0 Komentar