| Foto, salah satu karya Batik Kembang Mulyo. |
Queensha.id - Jepara,
Dari pesisir Jepara, lahirlah inovasi hijau yang kini menarik perhatian nasional. Adalah Batik Kembang Mulyo, karya dari DSA (Desa Sejahtera Astra) Arrum Samudra Jepara, yang mengusung konsep eco-batik dengan pewarna alami berbahan dasar pohon mangrove. Batik ini bukan hanya cantik secara visual, tapi juga menjadi simbol kesadaran lingkungan dan pemberdayaan masyarakat pesisir.
Batik Kembang Mulyo berhasil menembus lima besar kompetisi KBA-DSA Innovation 2024 dengan tema “Inovasi Batik Ekologis dengan Pewarna Alam Limbah Mangrove dari Kluster Pengolahan” dalam kategori Inovasi Bisnis Berkelanjutan. Prestasi ini menjadi bukti bahwa seni tradisional dapat bertransformasi menjadi gerakan lingkungan yang berdampak luas.
Dari Limbah ke Lestari
Sebelum dikenal dengan pewarna alami, Batik Kembang Mulyo yang dimiliki oleh Ibu Nurun Nikmah Awwalina — awalnya masih mengandalkan bahan sintetis seperti indigosol, naphtol, hingga procion. Namun seiring meningkatnya kesadaran lingkungan dan dorongan dari program DSA Astra, mereka mulai beralih ke bahan alami yang lebih aman bagi alam dan manusia.
Pada Agustus tahun lalu, DSA Arrum Samudra menggandeng KUB Kembang Mulyo dalam pelatihan dan pendampingan membatik menggunakan bahan dari pohon mangrove dan mahoni. Pelatihan ini melibatkan 120 siswa MI Musalikil Huda 2, sebagai bentuk edukasi agar seni batik berkelanjutan dapat diwariskan kepada generasi muda.
“Kami ingin anak-anak tahu bahwa batik bukan sekadar kain, tetapi warisan budaya yang bisa diselamatkan dengan cara yang ramah lingkungan,” ujar Nurun Nikmah dalam salah satu sesi pelatihan.
Filosofi di Balik Motif
Motif Batik Kembang Mulyo menggambarkan kesatuan, keseimbangan, dan harmoni kehidupan masyarakat Jepara. Pola cabang dan daun yang saling terhubung merepresentasikan bahwa setiap makhluk dan manusia saling membutuhkan satu sama lain.
Menariknya, pola myelem di bagian tengah batik terinspirasi dari Medulla Spinalis (saraf tulang belakang) yang menjadi jalur utama sistem saraf pusat manusia. Filosofi ini mengajarkan pentingnya keterhubungan dan baik dalam tubuh manusia maupun dalam kehidupan sosial.
Warna dari Alam Pesisir
Jenis mangrove Rhizophora Mucronata atau dikenal sebagai Bakau Hitam, menjadi sumber utama pewarna alami batik ini. Dari daun, kulit batang, dan propagulnya, dihasilkan pigmen coklat alami dengan variasi intensitas yang kaya. Kandungan tanin di dalamnya memberikan warna khas serta nilai ekonomi bagi masyarakat pesisir yang selama ini hidup berdampingan dengan hutan mangrove.
Proses pewarnaannya pun dilakukan dengan teknik tradisional namun terukur:
- Ekstraksi kulit batang mangrove dengan perebusan hingga satu jam.
- Penguapan dan penyaringan untuk menghasilkan ekstrak kental.
- Pencelupan kain selama dua jam sebelum dikeringkan.
- Fiksasi dengan tunjung (FeSO₄) dan mordanting dengan tawas, agar warna lebih awet.
Dari Jepara untuk Dunia
Melalui inovasi ini, DSA Arrum Samudra Jepara tak hanya memperkenalkan batik ramah lingkungan, tetapi juga mengangkat potensi alam dan sosial pesisir Jepara ke tingkat nasional.
Kasat DSA Arrum Samudra menyebut, ke depan mereka akan memperluas jaringan pelatihan agar masyarakat pesisir lain bisa meniru konsep serupa.
“Kami ingin Jepara dikenal bukan hanya karena ukirannya, tetapi juga karena batiknya yang lestari,” ujarnya optimis.
Batik Kembang Mulyo kini menjadi bukti nyata bahwa kearifan lokal dapat berjalan seiring dengan semangat inovasi berkelanjutan. Dari akar mangrove yang menjaga pantai, kini lahir warna-warna indah yang menjaga bumi.
***
Sumber: Good News From Indonesia.
(Queensha Jepara / 15 Oktober 2025)