Queensha.id - Edukasi Sosial,
Keinginan hidup berkecukupan, bahkan kaya, menjadi impian banyak orang. Namun di tengah realitas sosial hari ini, mengatur keuangan sering kali berbenturan dengan urusan pertemanan. Nongkrong bareng berujung traktiran sepihak, ajakan kumpul yang ternyata sarat kepentingan, hingga cap “pelit” bagi mereka yang memilih berhemat.
Fenomena ini kian jamak terjadi. Tidak sedikit orang yang di satu sisi tampak sederhana dan irit, namun diam-diam mampu membeli motor baru atau menata hidup lebih mapan. Di sisi lain, ada pula yang royal demi menjaga pertemanan, tetapi justru dimanfaatkan dan akhirnya kehabisan uang.
Pengamat sosial Jepara, Purnomo Wardoyo, menilai persoalan ini bukan sekadar soal uang, melainkan soal kecerdasan sosial dan kedewasaan finansial.
“Zaman sekarang, pertemanan sering bercampur dengan kepentingan. Hemat sering disalahartikan sebagai pelit, padahal yang disebut pelit itu justru mereka yang ingin menikmati uang orang lain,” ujar Purnomo, Selasa (23/12/2025).
Menurutnya, kemampuan mengatur keuangan yang bersinggungan dengan pertemanan adalah kunci penting agar seseorang bisa hidup cukup tanpa harus kehilangan relasi sosial.
Hemat Itu Strategi, Bukan Cacat Sosial
Purnomo menegaskan, bersikap hemat bukan berarti anti-sosial. Justru orang yang tahu batasan pengeluaran biasanya punya tujuan hidup yang jelas. Masalah muncul ketika seseorang merasa sungkan menolak, lalu terus-menerus menjadi “dompet berjalan” dalam lingkaran pertemanan.
“Kalau setiap nongkrong selalu Anda yang traktir, lama-lama itu bukan pertemanan, tapi kebiasaan memanfaatkan,” tegasnya.
Cara Mengatur Keuangan yang Sehat di Tengah Pertemanan
1. Tentukan Prinsip Keuangan Pribadi
Sejak awal, pahami batas kemampuan diri. Tidak semua ajakan harus diikuti, tidak semua tagihan harus dibayar sendiri.
2. Biasakan Patungan, Bukan Traktiran Sepihak
Pertemanan yang sehat adalah setara. Patungan justru lebih jujur dan menghindarkan rasa sungkan di kemudian hari.
3. Jangan Takut Dicap Pelit
Label pelit sering datang dari orang yang terbiasa diuntungkan. Orang yang benar-benar teman akan menghargai pilihan Anda.
4. Bedakan Murah Hati dan Ceroboh Finansial
Sesekali traktir bukan masalah. Tapi jika dilakukan terus-menerus hingga mengorbankan kebutuhan pribadi, itu bukan kebaikan, melainkan kelalaian.
5. Fokus pada Tujuan Jangka Panjang
Menabung, membeli aset, atau menyiapkan masa depan jauh lebih penting daripada gengsi sesaat di tongkrongan.
6. Seleksi Lingkungan Pertemanan
Lingkungan yang baik tidak menuntut, tidak membebani, dan saling mendukung. Jika keberadaan Anda hanya dihargai saat punya uang, relasi itu patut dievaluasi.
Purnomo juga menyoroti fenomena orang yang tampak hemat namun mampu membeli barang besar seperti motor baru.
“Itu bukan keajaiban. Itu hasil konsistensi, disiplin, dan keberanian berkata ‘tidak’ pada pengeluaran yang tidak perlu,” jelasnya.
Pada akhirnya, menjadi kaya atau sekadar hidup cukup bukan soal seberapa sering mentraktir teman, melainkan seberapa cerdas mengelola uang dan memilih lingkungan. Mengatur keuangan dengan benar bukan berarti memutus pertemanan, tetapi menyaring mana relasi yang tulus dan mana yang hanya datang saat dompet kita tebal.
***
Tim Redaksi.