Dalam hiruk-pikuk modernitas yang serba cepat, ada sebuah kota kecil di pesisir utara Jawa Tengah yang justru menawarkan hal sebaliknya: kehidupan yang berjalan pelan, sederhana, dan penuh kehangatan. Kota itu bernama Jepara.
Tak seperti kota-kota besar di Indonesia yang dihiasi mal megah, bioskop, dan kafe berkonsep kekinian, Jepara justru terasa seperti lembaran masa lalu yang masih utuh. Di kota ini, suasana 1990-an seolah tak pernah benar-benar berlalu. Tidak ada pusat perbelanjaan besar, tidak ada jaringan bioskop, bahkan kafe modern pun nyaris tak tampak. Namun, semua itu tak menjadikan Jepara tertinggal. Justru di sanalah letak keunikannya.
Kehidupan yang Berdamai dengan Keadaan
Warga Jepara hidup dengan cara yang sederhana namun penuh penerimaan. Ketika tak ada mal yang menyediakan berbagai toko mewah dengan konsep modern, masyarakat menikmati hiburan dari panggung dangdut di acara desa atau dari layar tancap di alun-alun. Ketika kafe kekinian tak tersedia, warkop plastik pinggir jalan menjadi ruang berkumpul dan berbagi cerita.
Kondisi itu tak melahirkan keluhan, justru sebaliknya: menumbuhkan rasa damai. “Orang Jepara sudah lama berdamai dengan hidup,” ujar seorang pendatang yang kini menetap di sana. “Tak ada mall? Ya sudah, kita ke pantai. Tak ada tempat karaoke keluarga? Tetangga nyetel organ tunggal tiap minggu.”
Ritme Waktu yang Lebih Lambat
Di Jepara, waktu seolah berjalan lebih lambat. Pagi-pagi warga mulai menyapu halaman, pengajian terdengar dari toa musala, dan siang hari digunakan untuk beristirahat. Jalanan yang sepi dan sinyal ponsel yang tidak selalu stabil justru menciptakan ruang untuk lebih dekat dengan kehidupan nyata.
Menurut para pendatang, Jepara mengajarkan bahwa kebahagiaan tidak harus selalu datang dari kemewahan atau kecepatan hidup. “Berjalan kaki di sawah lebih menyegarkan dari treadmill di gym. Tukang bakso keliling lebih ramah dari aplikasi pesan antar,” tambahnya.
Refleksi Tentang Makna Hidup
Kota ini diam-diam mengajak untuk merefleksikan kembali tujuan hidup. Apakah kebahagiaan benar-benar bergantung pada validasi media sosial? Apakah kesuksesan hanya diukur dari seberapa sibuk seseorang?
Di Jepara, ukuran sukses lebih bersahaja: anak sehat, panen lancar, listrik menyala, dan sarapan nasi gandul esok hari.
Tempat untuk Menepi dari Modernitas
Bagi banyak orang yang merasa lelah menjalani kehidupan kota besar, Jepara menjadi semacam oase. Sebuah tempat untuk berhenti sejenak, menurunkan kecepatan, dan kembali mengenal versi sederhana dari diri sendiri.
“Meski terasa seperti hidup dalam mesin waktu,” ujar seorang warga muda, “anehnya, kamu nggak pengin balik.”
***
Sumber: Mjk.