Queensha.id - Kudus,
Tak banyak yang mengetahui bahwa Djarum, salah satu raksasa industri rokok nasional, lahir dari rangkaian peristiwa tragis dan keputusan berani yang jauh dari bisnis tembakau. Sebelum nama keluarga Hartono dikenal luas sebagai kelompok konglomerat, sang pendiri Djarum, Oei Wie Gwan, justru lebih dahulu bergelut di usaha kembang api.
Dalam catatan sejarah, Oei Wie Gwan pernah mengelola pabrik kembang api bermerek Leo di Rembang. Produknya bahkan sempat menembus pasar ekspor. Namun, bisnis yang identik dengan api itu menyimpan risiko besar.
Sebuah laporan harian Bataviaasch Nieuwsblad edisi 28 Januari 1938 mencatat ledakan dahsyat di pabrik tersebut yang menewaskan lima pekerja dan melukai puluhan lainnya. Tragedi itu bukan hanya meninggalkan duka, tetapi juga menjadi titik balik penting dalam hidup Oei.
Pasca meredanya konflik Indonesia–Belanda, Oei Wie Gwan memutuskan meninggalkan usaha kembang api. Ia kemudian beralih ke bisnis lain yang ironisnya masih bersentuhan dengan api yaitu rokok kretek.
Pada 1951, ia kemudian membeli sebuah pabrik rokok kecil di Kudus dan berpindah tempat. Pabrik rokok bernama Djarum Gramophon, yang kelak dikenal luas dengan nama Djarum super. Namun jalan yang ditempuh Oei kembali diuji.
Pada 1963, pabrik Djarum dilalap kebakaran hebat hingga hampir memusnahkan seluruh usaha yang sedang dirintis. Tak lama berselang, Oei Wie Gwan meninggal dunia, meninggalkan perusahaan dalam kondisi nyaris runtuh.
Tongkat estafet kemudian jatuh ke tangan dua putranya, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono. Keputusan keduanya untuk melanjutkan usaha sang ayah menjadi momen krusial. Di bawah kepemimpinan mereka, Djarum bukan hanya diselamatkan, tetapi ditransformasikan menjadi pemain besar di industri rokok nasional.
Memasuki era 1970-an, kedua bersaudara itu mulai membangun divisi riset dan pengembangan (R&D) serta memodernisasi lini produksi dengan teknologi mesin. Langkah ini membawa Djarum melompat jauh dari skala pabrik rumahan menjadi industri modern. Hasilnya terlihat nyata ketika Djarum meluncurkan rokok kretek berfilter pada 1976 dan menghadirkan Djarum Super pada 1981.
Sejak pertama kali dipasarkan pada 1981, Djarum Super hadir dalam berbagai varian isi, mulai dari 10, 12, 16 hingga 50 batang.
Pada dekade 1990-an, merek ini menempati posisi tiga besar rokok kretek filter nasional, bersaing ketat dengan nama-nama besar lain seperti Dji Sam Soe Filter/Marlboro Kretek dan Bentoel Biru.
Djarum Super terus beradaptasi mengikuti zaman.
Pada 2006, identitas visualnya diperbarui dengan penggunaan huruf kapital pada kata “Super” serta logo ikonik berbentuk kayu dengan kombinasi warna merah, emas, dan hitam. Inovasi berlanjut pada 2017, ketika kemasan 16 batang dibuat lebih ramping agar nyaman digenggam dan disimpan di saku.
Terbaru, pada akhir 2023, Djarum Super kembali membuat gebrakan dengan meluncurkan dua varian baru: Djarum Super Mild Fresh Cola sebagai produk SKM LTLN Capsule pertama, serta Djarum Super Espresso yang menjadi SKT pertama dalam lini Djarum Super.
Perjalanan Djarum menunjukkan bahwa kesuksesan besar kerap lahir dari rangkaian kegagalan, tragedi, dan keberanian untuk berubah. Dari ledakan kembang api hingga menjadi simbol kekuatan industri rokok nasional, kisah Djarum adalah potret ketangguhan dan strategi jangka panjang yang tak banyak diketahui publik.
***
Tim Redaksi.