Breaking News

Siapa yang Menulis Sejarah? Cek Faktanya..


Foto, sejarah Nasional Indonesia.


Queensha.id - Sejarah Nasional, 

Setiap bangsa membentuk panggung sejarahnya sendiri dan mengangkat pahlawan, menghapus pengkhianat, dan menata cerita masa lalu sesuai kepentingan.

Indonesia juga begitu. Kini, Menteri Kebudayaan Fadli Zon berencana menulis ulang sejarah nasional, katanya demi menyambut 80 tahun kemerdekaan. Ia melibatkan ratusan sejarawan dan tokoh besar.

Tapi, sejarah bukan hanya soal masa lalu. Ia adalah alat membentuk masa depan. Yang ditulis akan diingat. Yang dihapus akan dilupakan. Karena itu, sejarah selalu berkaitan dengan kuasa.

Dulu, kita tumbuh dengan sejarah versi Orde Baru: Soeharto sebagai pahlawan, PKI sebagai musuh, Gerwani digambarkan kejam, dan Soekarno dibingkai dalam sunyi. Tak ada ruang untuk versi lain.

Reformasi membuka ruang baru. Buku-buku alternatif bermunculan. Tapi sejarah tetap belum sepenuhnya bebas. Ia masih ditentukan oleh siapa yang berkuasa dan narasi mana yang diizinkan.

Kini, di bawah slogan penulisan ulang, negara kembali jadi kurator sejarah. Tapi apakah ini untuk membuka semua versi? Atau justru menutupi luka-luka lama?

Penulisan sejarah bukan soal teknis—ia soal ideologi. Jika negara terlalu dominan, sejarah bisa berubah jadi propaganda. Kita pernah mengalami itu di masa lalu.

Sejarah yang sehat butuh jarak dari kekuasaan dan emosi. Sejarawan sejati menulis bukan untuk menyenangkan, tapi untuk menjelaskan.

Sayangnya, rencana penulisan ulang kali ini tampak terlalu dekat dengan agenda politik: ada tenggat, ada pesan, ada pencitraan.

Yang kita butuhkan bukan sejarah baru, tapi sejarah yang jujur—yang menampilkan semua versi, mendengarkan semua suara, dan mengakui semua luka.

Bangsa yang besar bukan yang bersih dari kesalahan, tapi yang berani mengakuinya.

Maka pertanyaannya bukan siapa yang menulis sejarah, tapi untuk siapa sejarah itu ditulis. Bila untuk generasi mendatang—agar mereka adil dan jujur—sejarah akan jadi cahaya. Tapi bila hanya untuk nama baik dan legitimasi, sejarah hanya akan jadi tirai.

Sejarah tak bisa direvisi seperti undang-undang. Ia hanya bisa diteliti, diuji, dan dipahami ulang. Karena sejarah bukan milik penguasa—ia milik kebenaran. Dan kebenaran lahir dari keberanian.




0 Komentar

© Copyright 2025 - Queensha Jepara
PT Okada Entertainment Indonesia