Notification

×

Iklan

Iklan

7 Fakta Mengejutkan: Jepara Dahulu Bukan Bagian dari Pulau Jawa

Selasa, 07 Oktober 2025 | 17.19 WIB Last Updated 2025-10-07T10:21:18Z

Foto, terlihat pulau yang terpisah dari pulau Jawa.

Queensha.id - Jepara,


Dahulu Jepara bukanlah daratan seperti sekarang. Wilayah yang kini dikenal sebagai Kota Ukir Dunia itu dulunya terpisah dari Pulau Jawa oleh laut dangkal bernama Selat Muria, menjadikannya salah satu pusat perdagangan maritim paling ramai di masa lampau.


Namun, seiring waktu, Selat Muria menghilang akibat sedimentasi dan perubahan arah aliran Bengawan Solo, hingga akhirnya Jepara menyatu dengan Pulau Jawa. Meski lautnya lenyap, jejak maritim Jepara masih hidup sebagai bagian dari warisan sejarah dan budaya pesisir Jawa.


Berikut tujuh fakta menarik tentang kisah hilangnya Selat Muria yang mengubah wajah utara Jawa Tengah selamanya.



1. Jepara Dulu Terpisah oleh Laut dari Pulau Jawa


Ratusan tahun lalu, Jepara, Kudus, dan Pati bukan bagian dari daratan utama Pulau Jawa. Ketiganya terpisah oleh laut dangkal bernama Selat Muria, yang membentang dari Demak hingga Rembang.


Kondisi geografis ini menjadikan Jepara sebuah pulau kecil yang dikelilingi air, dengan posisi strategis di jalur pelayaran internasional. Tak heran, Jepara tumbuh sebagai pusat perdagangan maritim yang ramai dan makmur.



2. Nama “Jepara” Berasal dari Ujung Mara dan Jumpara


Secara etimologis, nama Jepara diyakini berasal dari kata Ujung Mara atau Jumpara, yang berarti tempat berkumpulnya para pedagang dan pelaut.


Dalam catatan sejarah kuno, Jepara dikenal sebagai pelabuhan penting yang disinggahi kapal dari India, Arab, dan Tiongkok. Bahkan, seorang musafir Tiongkok bernama Aditi Singh mencatat pada tahun 674 Masehi bahwa ia pernah mengunjungi wilayah bernama Kalingga atau Jepa, yang diyakini berada di kawasan timur Jepara dan dipimpin oleh Ratu Sima, penguasa yang terkenal tegas dan adil.



3. Selat Muria, Jalur Emas Pelayaran Nusantara


Pada masa kejayaan Kerajaan Demak, Selat Muria menjadi jalur perdagangan utama antara pesisir utara Jawa dan pulau-pulau lain di Nusantara.


Menurut sejarawan H.J. de Graaf dan T.H.T. Bijet, kapal-kapal dagang dari Semarang dapat berlayar hingga ke Rembang tanpa hambatan melalui jalur ini. Selat Muria menjadi “urat nadi ekonomi” kerajaan-kerajaan pesisir kala itu.



4. Setelah Selat Muria Menghilang, Jepara Jadi Pusat Maritim


Sekitar abad ke-17, Selat Muria mulai dangkal akibat endapan lumpur dan sedimentasi. Kapal-kapal tak lagi bisa berlayar sepanjang tahun, membuat Demak kehilangan kejayaannya sebagai pelabuhan besar.


Kekuasaan maritim pun beralih ke Jepara, yang kala itu memiliki pelabuhan alami lebih dalam dan strategis. Dari sinilah Jepara berkembang menjadi pusat pelayaran dan perdagangan utama di pesisir utara Jawa.



5. Bukti Ilmiah: Fosil Laut dan Air Asin di Tengah Daratan


Bukti ilmiah tentang keberadaan Selat Muria banyak ditemukan di wilayah Kudus dan Pati. Di Desa Wonosoco, Kecamatan Undaan, ditemukan fosil kerang laut dan karang di tengah daratan.

I

Penduduk setempat bahkan menemukan air asin saat mengebor sumur hingga kedalaman 20 meter. Sementara di kawasan Patiayam, arkeolog menemukan fosil ikan hiu, penyu, buaya, hingga hewan darat seperti gajah dan harimau — bukti bahwa wilayah ini dulunya adalah zona transisi antara laut dan darat.



6. Hilangnya Selat Muria Karena Sedimentasi dan Bengawan Solo


Para ahli geologi menjelaskan, hilangnya Selat Muria disebabkan oleh sedimentasi besar-besaran akibat perubahan arah aliran Sungai Bengawan Solo.


Awalnya sungai ini mengalir ke selatan menuju Wonogiri, namun kemudian berbelok ke utara. Arus lumpur yang terbawa selama berabad-abad menutup jalur Selat Muria secara perlahan, hingga akhirnya laut itu berubah menjadi daratan padat seperti sekarang.



7. Sisa Selat Muria Masih Ada Hingga Kini


Meski telah tertutup tanah, sisa Selat Muria masih bisa dikenali melalui kontur wilayah dan nama-nama desa tua di sekitar Jepara dan Kudus. Beberapa daerah masih memiliki air tanah asin dan lapisan pasir laut di kedalaman tertentu.


Selain itu, jejak budaya maritim Jepara tetap hidup — dari seni ukir kapal, pelabuhan tua di Ujungbatu, hingga tradisi masyarakat pesisir yang tak lekang oleh waktu.


Kini, Jepara memang bukan lagi pulau tersendiri. Namun, sejarahnya sebagai pusat maritim Nusantara masih membekas kuat, menjadi identitas yang tak hanya dibaca di buku, tapi juga terasa dalam denyut nadi masyarakat pesisir Jawa Tengah.


***

×
Berita Terbaru Update