Notification

×

Iklan

Iklan

Hukum Menghadiri Undangan Pernikahan dalam Islam, Antara Kewajiban dan Tradisi Sosial

Jumat, 03 Oktober 2025 | 08.51 WIB Last Updated 2025-10-03T01:57:56Z

Foto, acara pernikahan dengan dekorasi pelaminan.

Queensha.id - Jepara,


Pernikahan dalam Islam bukan sekadar menyatukan dua insan, melainkan ibadah yang dianjurkan sebagai bentuk menjaga kehormatan, melanjutkan keturunan, dan mempererat silaturahmi antar keluarga maupun masyarakat. Salah satu tradisi yang melekat dalam pernikahan adalah walimah atau resepsi, di mana tuan rumah mengundang kerabat, tetangga, dan sahabat untuk hadir serta mendoakan kedua mempelai.


Namun, muncul pertanyaan: bagaimana hukum menghadiri undangan pernikahan? Apakah wajib, sunnah, atau sekadar adab?



Dalil Hadits dan Pandangan Fikih


Dalam buku Ajar Hukum Perkawinan di Indonesia: Perspektif Fikih Klasik dan Perundang-Undangan Nasional karya Gufron Maksum, disebutkan bahwa menghadiri undangan walimah hukumnya wajib bila seseorang diundang secara langsung. Sementara undangan massal seperti melalui media, pengumuman umum, atau selebaran, hukumnya tidak sampai wajib.


Dasarnya adalah sabda Nabi Muhammad SAW dalam hadits riwayat Ibnu Umar (Muttafaq Alaih):



"Bila salah seorang di antara kamu diundang menghadiri walimah al-ursy, hendaklah mendatanginya."


Hadits ini menegaskan bahwa memenuhi undangan walimah merupakan bentuk ketaatan sekaligus doa bagi pengantin. Bagi yang berpuasa tetap wajib datang, meskipun cukup dengan doa tanpa menyantap hidangan.



Perbedaan Pandangan Ulama


Dalam Fikih Kuliner karya Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, para ulama memiliki pandangan berbeda terkait hukum menghadiri undangan pernikahan:


  • Mazhab Hanafi, Maliki, sebagian Syafi’i dan Hambali: menghadiri undangan hukumnya sunnah mu’akad (sunnah yang sangat dianjurkan).
  • Mayoritas ulama Syafi’i, Hambali, dan Imam Malik: hukumnya wajib, selama tidak ada uzur syar’i.


Bahkan, dalam hadits riwayat Abu Hurairah RA disebutkan bahwa orang yang menolak undangan tanpa alasan, maka ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.


Namun, ada syarat yang perlu diperhatikan. Misalnya, bila tuan rumah hanya mengundang kalangan kaya untuk pamer atau mencari gengsi, maka tidak wajib menghadirinya.



Kapan Undangan Pernikahan Wajib Dihadiri?


Merujuk pada Bekal Pernikahan karya Syaikh Mahmud al-Mashri, undangan pernikahan menjadi wajib didatangi bila:

  1. Resepsi diselenggarakan setelah akad nikah, bukan sebelumnya.
  2. Tuan rumah seorang muslim yang sah secara syariat dan undangan disampaikan dengan benar.
  3. Undangan tidak diskriminatif, misalnya hanya mengundang orang kaya.
  4. Tujuan acara murni syukur, bukan pamer atau untuk kepentingan tertentu.
  5. Jamuan makanan yang disajikan halal dan tidak bercampur dengan yang haram.



Tradisi di Jepara: Antara Silaturahmi dan "Amplop"


Di masyarakat Jawa Tengah, khususnya Jepara, tradisi pernikahan sering kali memiliki dimensi sosial yang unik. Bukan hanya soal doa, tetapi juga soal “balas jasa sosial” antar warga.


“Kadang ada yang berharap banyak tamu datang, biar dapat keuntungan dari amplop,” ujar salah seorang warga Jepara.


Fenomena ini membuat undangan pernikahan semakin luas, bahkan orang yang baru kenal di media sosial atau grup WhatsApp bisa turut diundang. Tamu pun biasanya akan merasa canggung bila datang tanpa membawa amplop.


“Masuk ke tempat acara biasanya isi daftar tamu, di sampingnya ada kotak amplop. Ada juga yang langsung kasih ke pengantin,” tambah warga lainnya.


Namun, ada pula keraguan sebagian orang: apakah harus datang kalau situasi tidak memungkinkan? Apalagi, hubungan timbal balik dalam budaya undangan sering jadi pertimbangan.


“Misalnya yang nikah adalah anak dari seseorang yang umur 50 tahun, sedangkan yang diundang masih punya anak kecil. Kalau nanti anaknya nikah trus yang dulunya mengundang yang umur 50 itu sudah meninggal, gimana bisa gantian?” ujar seorang warga sambil bercanda.



Antara Syariat dan Adat Sosial


Pada akhirnya, menghadiri undangan pernikahan dalam Islam memiliki dasar hukum yang jelas yaitu pada kondisi tertentu bisa wajib, pada kondisi lain cukup sunnah. Namun, dalam praktik sosial di masyarakat, undangan juga kerap dimaknai sebagai ajang silaturahmi sekaligus menjaga hubungan timbal balik antar keluarga.


Meski begitu, esensi utama walimah adalah syukur kepada Allah dan doa tulus bagi kedua mempelai. Selebihnya, budaya seperti “balas amplop” hanyalah pelengkap tradisi yang sebaiknya tidak mengaburkan tujuan ibadah dari sebuah pernikahan.


***