Notification

×

Iklan

Iklan

Jaga Tangan dan Lidah Saat Marah: Pesan Moral yang Mulai Dilupakan

Selasa, 28 Oktober 2025 | 17.52 WIB Last Updated 2025-10-28T10:53:51Z

Foto, ilustrasi dan ekspresi wajah orang yang marah besar.


Queensha.id - Jepara,


Di era digital seperti sekarang, kemarahan tak lagi hanya diungkapkan lewat kata-kata, tetapi juga lewat tulisan di media sosial. Satu unggahan penuh emosi bisa menyakiti banyak hati, bahkan menghancurkan hubungan yang telah lama dibangun.



Pandangan Pengamat Sosial Asal Jepara, Purnomo Wardoyo


Fenomena ini mendapat perhatian dari pengamat sosial asal Jepara, Purnomo Wardoyo, yang menilai bahwa masyarakat saat ini terlalu mudah menyalurkan amarah tanpa kendali melalui gawai di tangan.


“Ketika seseorang marah, hal pertama yang seharusnya dilakukan adalah diam dan menjauhkan ponsel dari tangan. Karena saat hati dikuasai emosi, jari-jari akan menulis hal-hal yang nantinya disesali,” ujar Purnomo kepada Queensha Jepara, Selasa (28/10/2025).


Menurutnya, tangan dan hati manusia memiliki hubungan yang erat. Apa yang ditulis atau diucapkan seseorang sejatinya mencerminkan isi hati dan karakternya.


“Sering kita dengar orang berkata, ‘saya memang bicara kasar, tapi hati saya baik’. Padahal, ucapan dan tulisan adalah cermin dari hati. Jika hati bersih, kata-kata pun akan meneduhkan,” tambahnya.


Purnomo menegaskan, dalam kondisi marah, seseorang harus menahan diri agar tidak melibatkan pihak ketiga, apalagi media sosial. Menurutnya, ketika emosi diunggah ke ruang publik, setan akan dengan mudah memperkeruh keadaan dan menghancurkan hubungan yang sejatinya bisa diselesaikan dengan tenang.


Ia juga mengutip pesan Rasulullah SAW yang relevan hingga kini, “Jika kamu marah, diamlah.”


Pesan itu, kata Purnomo, bukan sekadar ajakan menahan amarah, tetapi perintah agar seseorang tidak melukai hati orang lain dengan lidah atau tulisannya.


“Kata-kata dan tulisan yang menyakitkan ibarat paku di dinding. Sekalipun dicabut, bekasnya tetap ada. Karena itu, jaga tutur dan tulisan kita, terutama terhadap orang yang kita cintai,” jelasnya.


Lebih jauh, Purnomo mengingatkan agar masyarakat belajar untuk mengelola emosi dengan berdiam diri sejenak, mencari ruang tenang, dan tidak langsung merespons masalah dalam kondisi hati yang berkecamuk.


“Marah adalah hal manusiawi. Tapi bijak saat marah adalah hal yang membedakan manusia yang dewasa dengan yang dikuasai hawa nafsu,” pungkasnya.


Pesan moral sederhana ini menjadi pengingat penting bagi generasi digital masa kini: bahwa satu kata di saat marah bisa mengubah segalanya — dari cinta menjadi luka, dari hubungan menjadi perpisahan.


***

(Queensha Jepara, 28 Oktober 2025)