Notification

×

Iklan

Iklan

Roy Suryo Kritik Bareskrim Soal Ijazah Jokowi: Transparansi Harus Dikedepankan

Jumat, 23 Mei 2025 | 20.18 WIB Last Updated 2025-05-23T13:20:13Z
Foto, Roy Suryo Roy Suryo, memberikan tanggapan tajam terhadap pernyataan Bareskrim Polri. 


Queensha.id - Jakarta,

Polemik seputar keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali memanas setelah pakar telematika sekaligus mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, memberikan tanggapan tajam terhadap pernyataan Bareskrim Polri. Dalam konferensi pers yang digelar Jumat siang, Roy menilai klaim keaslian ijazah Presiden Jokowi belum bisa dianggap final karena tidak disertai bukti dokumenter asli yang terbuka untuk publik.

Bareskrim Polri sebelumnya menyampaikan bahwa hasil analisis forensik terhadap ijazah milik Presiden Jokowi menunjukkan kesamaan atau “identik” dengan ijazah milik tiga alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) dari tahun yang sama. Pengujian itu melibatkan berbagai elemen, mulai dari jenis kertas, tinta, tanda tangan, hingga map penyimpanan dokumen. Namun, bagi Roy Suryo, pendekatan itu dinilai tidak cukup memenuhi standar transparansi publik, terlebih jika dokumen aslinya sendiri tidak pernah dipublikasikan.

“Hasil uji laboratorium Puslabfor Mabes Polri belum final. Itu hanya bagian dari proses pembuktian, bukan konfirmasi keaslian,” tegas Roy di hadapan wartawan.


Meragukan Metodologi Forensik

Roy Suryo menyampaikan kekhawatirannya terhadap metode yang digunakan dalam proses forensik tersebut. Ia menyoroti bahwa istilah “identik” tidak serta merta menjamin keaslian suatu dokumen apabila sampel pembanding dan dokumen yang diklaim sebagai asli tidak bisa diuji secara terbuka dan independen.

“Bagaimana publik bisa percaya, jika dokumen yang disebut asli tidak pernah ditunjukkan? Transparansi itu kunci. Kalau tidak, ini justru menurunkan kredibilitas institusi negara,” katanya.


Roy pun mempertanyakan mengapa Bareskrim hanya merujuk pada dokumen pembanding dari tiga alumni. Ia menyarankan agar dokumen asli milik Presiden Jokowi diperlihatkan ke publik—dengan mempertimbangkan batasan privasi yang wajar—agar tidak menimbulkan spekulasi berkepanjangan.

Respons Mabes Polri: Diyakini Autentik, Tapi Tak Ditunjukkan

Dalam pernyataan sebelumnya, pihak Bareskrim melalui Kepala Bagian Penerangan Umum Kombes Pol Hari S menyatakan bahwa “tidak ditemukan perbedaan signifikan” antara ijazah Presiden dan pembandingnya. Namun, saat ditanya mengapa dokumen tersebut tidak ditunjukkan ke publik, pihak Mabes Polri hanya menjawab bahwa dokumen itu sudah diverifikasi oleh pihak berwenang dan tidak perlu dipublikasikan demi menjaga integritas pribadi Presiden.

Namun bagi sebagian publik, alasan ini belum cukup memuaskan. Di tengah era keterbukaan informasi, masyarakat menuntut kejelasan dan transparansi dari setiap institusi, terlebih ketika menyangkut figur tertinggi di negara ini.

Gugatan Publik: Menuntut Keterbukaan, Bukan Hanya Pernyataan

Isu keaslian ijazah Presiden Jokowi sejatinya bukan hal baru. Beberapa pihak telah mengajukan gugatan ke pengadilan, menuntut agar dokumen tersebut bisa diuji secara hukum dan terbuka. Pengadilan sempat menolak gugatan tersebut karena alasan formal, namun tekanan dari masyarakat sipil tak surut.

Lembaga-lembaga pengawas pemerintah dan sejumlah akademisi turut angkat bicara, meminta pemerintah dan aparat penegak hukum untuk tidak mengabaikan hak publik untuk mengetahui kebenaran.

“Ini bukan soal menjatuhkan nama baik Presiden. Ini soal akuntabilitas. Presiden adalah pejabat publik, dan publik berhak tahu rekam jejaknya secara utuh,” ujar salah satu akademisi UGM yang tak mau disebutkan namanya.



Menjaga Kepercayaan Publik di Tahun Politik

Pernyataan Roy Suryo datang di tengah atmosfer politik yang memanas jelang Pemilu 2029. Isu-isu yang berkaitan dengan integritas pemimpin menjadi sangat sensitif dan bisa berdampak luas terhadap kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara.

Roy menyampaikan bahwa jika keaslian ijazah memang benar adanya, maka pembuktian secara transparan justru akan memperkuat posisi Presiden Jokowi dan menutup ruang spekulasi.

“Saya bukan musuh Presiden. Saya hanya ingin semua ini jelas agar tidak menjadi beban sejarah bangsa di kemudian hari,” pungkasnya.


Transparansi Adalah Kunci

Polemik ini belum akan selesai dalam waktu dekat. Selama dokumen asli belum diperlihatkan secara terbuka, suara-suara yang mempertanyakan akan terus bergema. Di sinilah tantangan terbesar pemerintah dan aparat penegak hukum: apakah mampu menjaga kredibilitas di tengah tuntutan zaman yang menuntut transparansi total?

Yang jelas, dalam negara demokrasi, pertanyaan kritis dari warga bukanlah bentuk makar, melainkan hak konstitusional yang dijamin undang-undang. Dan di tengah era digital yang menuntut segalanya lebih terbuka, menutup-nutupi justru akan memperbesar api ketidakpercayaan.

***
Sumber: BS.
×
Berita Terbaru Update