Notification

×

Iklan

Iklan

Hati-Hati Berprasangka: Saatnya Bijak Menilai Kinerja Pemerintah Desa di Jepara

Senin, 23 Juni 2025 | 20.57 WIB Last Updated 2025-06-24T02:18:40Z
Foto, ilustrasi perangkat Desa.


Queensha.id - Jepara,

Di tengah derasnya arus informasi dan berkembangnya media sosial, masyarakat desa kini semakin mudah mengakses berbagai kabar. Namun, kemudahan ini juga membawa tantangan baru: maraknya prasangka buruk atau suudzon terhadap pemerintah desa yang belum tentu berdasar pada fakta.

Fenomena ini terjadi di banyak desa, termasuk wilayah Kabupaten Jepara, di mana beberapa warga dengan cepat menilai buruk setiap kebijakan atau tindakan kepala desa dan perangkatnya. Mulai dari pengelolaan dana desa, seleksi perangkat, pembangunan jalan, hingga program bantuan sosial, semuanya tak luput dari sorotan dan cibiran, seringkali tanpa dasar bukti kuat.

Padahal, suudzon atau berprasangka buruk dalam Islam dan budaya Jawa dikenal sebagai sikap yang harus dihindari. Tidak hanya merusak hubungan sosial, tapi juga bisa menciptakan ketegangan antarwarga dan mengganggu stabilitas pembangunan desa.

“Setiap kali ada proyek pembangunan, langsung dibilang mark-up, padahal masyarakat tidak tahu proses panjang di balik penganggaran dan realisasinya,” ujar seseorang yang mengamati kinerja Pemdes.

Kritik tentu diperlukan sebagai bentuk kontrol sosial. Namun, kritik yang sehat dibangun dari data, keterbukaan, dan komunikasi, bukan sekadar tuduhan atau asumsi yang beredar di grup WhatsApp atau unggahan anonim di media sosial.

Pemerintah desa pun punya tantangan besar. Mereka dituntut lebih terbuka, informatif, dan melibatkan warga dalam proses pembangunan. Transparansi dalam penggunaan dana desa, pelibatan tokoh masyarakat, serta forum musyawarah terbuka menjadi langkah penting untuk meredam prasangka negatif.

Sementara itu, warga desa juga perlu meningkatkan literasi informasi dan budaya tabayyun, yaitu mencari kebenaran sebelum menyimpulkan. Pemerintah desa adalah bagian dari masyarakat itu sendiri. Jika ada kekurangan, bisa dikritik dengan cara yang membangun, bukan dijatuhkan dengan opini sepihak.

“Jangan karena kita tidak diajak rapat, lalu kita nuduh perangkat main proyek sendiri. Kalau kita tidak datang karena undangan diabaikan, jangan salahkan mereka. Itu yang sering terjadi,” kata ibu rumah tangga dari Desa di Jepara.

Edukasi sosial soal pentingnya menahan suudzon dan mengedepankan dialog perlu terus digalakkan oleh tokoh agama, pemuda karang taruna, hingga lembaga pendidikan di tingkat desa. Dengan begitu, desa tidak hanya maju secara fisik, tapi juga matang dalam kedewasaan sosial.

Sebab pada akhirnya, membangun desa bukan hanya soal infrastruktur, tapi juga soal kepercayaan. Jika warga dan pemerintah saling percaya, maka desa akan tumbuh menjadi tempat yang nyaman, damai, dan maju bersama.

***

Sumber: BS.

×
Berita Terbaru Update