Notification

×

Iklan

Iklan

Femisida Brutal di Padang Pariaman: Tragedi Septia Ananda dan Luka yang Menganga

Sabtu, 21 Juni 2025 | 16.19 WIB Last Updated 2025-06-21T09:22:56Z

Foto, korban Septia Ananda.

Queensha.id - Padang Pariaman,

 Padang Pariaman, Sumatra Barat kembali diguncang kabar memilukan. Seorang perempuan muda bernama Septia Ananda (25) ditemukan tewas dalam kondisi termutilasi di Sungai Batang Anai. Potongan demi potongan tubuhnya disebar pelaku, diduga untuk menghilangkan jejak. Namun bukannya menghilang, jejak itu justru menyeret publik pada sisi tergelap kekerasan berbasis gender: femisida.

Polisi menetapkan Satria Juhanda alias Wanda, pria berusia 25 tahun, sebagai tersangka utama. Tak hanya menjadi pelaku dalam kasus pembunuhan sadis Nanda, tersangka juga diduga terlibat dalam dua kasus pembunuhan perempuan lain yang sempat hilang pada awal 2024. Pengungkapan ini menjadi rentetan horor yang menyayat hati masyarakat Sumbar, sekaligus membuka kembali luka lama soal kekerasan sistematis terhadap perempuan.

Tangis dan Dendam di Rumah Duka

Wenni, ibu korban, tak henti menangis di ruang tamu rumahnya yang penuh sesak oleh para pelayat. Tubuhnya lemas, suara nyaris tak keluar, hanya air mata yang tak mampu dibendung. Sementara sang ayah, Dasrizal, duduk di bawah tenda biru dengan wajah muram, menahan luapan emosi dan duka.

"Kalau bisa, saya yang mengeksekusinya. Kalau dihukum karena itu, saya siap," ucap Dasrizal lirih namun penuh dendam, kepada wartawan BBC Indonesia.

Nanda sempat pamit kepada ibunya pada Minggu (15/06), mengatakan akan ke rumah teman. Sejak malam itu, ia tak pernah kembali. Pencarian oleh keluarga tak membuahkan hasil—hingga akhirnya kabar mengerikan datang dari pihak kepolisian.

Potongan Tubuh di Sungai, Identitas Terkuak

Pada Selasa (17/06), potongan tubuh perempuan ditemukan di aliran Sungai Batang Anai. Sehari setelahnya, polisi menemukan bagian kepala, kaki, dan tangan kiri di lokasi berbeda.

Dasrizal mengenali anaknya dari ciri fisik: hidung, gigi, hingga bentuk kaki. Perih, tapi ia harus menguatkan hati untuk mengonfirmasi kebenaran itu.

"Anak saya tidak pernah keluyuran. Ia tertutup, kalau di rumah selalu di kamar," kenangnya.

Hingga saat ini, belum semua bagian tubuh Nanda ditemukan. Empat potongan lainnya masih dalam pencarian pihak kepolisian.

Foto, Tersangka Satria Juhanda.


Motif yang Dipertanyakan

Tersangka Satria Juhanda mengaku membunuh Nanda karena utang sebesar Rp3,5 juta. Namun keluarga meragukan alasan tersebut, terlebih motor dan ponsel korban ditemukan utuh di sekitar lokasi kejadian.

"Kalau karena utang, kenapa barang-barang anak saya tidak diambil saja?" tanya Dasrizal, getir.

Komisioner Komnas Perempuan dan aktivis lokal menyuarakan bahwa ini bukan sekadar pembunuhan biasa—melainkan bentuk femisida, kekerasan ekstrem terhadap perempuan yang didasari relasi kuasa dan gender.

Pengakuan Pelaku dan Pengungkapan Korban Lain

Setelah penangkapan pada Kamis dini hari (19/06), tersangka sempat menyangkal. Namun penyidik berhasil membuatnya mengakui tindakan keji itu. Tak hanya Nanda, ia mengaku telah membunuh dua perempuan lain: Siska Oktavia Rusdi (Cika) dan Adek Gustiana.

Kedua korban merupakan mahasiswi yang hilang sejak Januari 2024. Tersangka mengaku membunuh Cika karena cemburu, dan Adek karena dianggap mendukung hubungan Cika dengan pria lain. Jasad mereka dibuang ke dalam sumur dekat rumah tersangka. Polisi telah membongkar sumur tersebut dan menemukan sisa-sisa kerangka yang diduga milik dua korban.

Seruan untuk Keadilan dan Ketegasan Negara

Kasat Reskrim Polres Padang Pariaman, Iptu AA Reggy, menyatakan pihaknya masih menyelidiki kemungkinan adanya korban lainnya dan memastikan semua bukti terkumpul dengan lengkap.

"Kami masih mendalami modus pembunuhan dan mencari bagian tubuh lain milik Septia Ananda," ungkapnya.

Sementara itu, masyarakat dan pemerhati isu perempuan menyerukan agar aparat hukum tidak hanya menjatuhkan hukuman berat kepada pelaku, tetapi juga menjadikan kasus ini sebagai pelajaran penting dalam menangani femisida secara terpisah dari pembunuhan biasa.

“Ini bukan hanya soal nyawa yang direnggut, tetapi juga soal bagaimana perempuan terus menjadi korban kekerasan ekstrem dalam sistem yang masih permisif terhadap misogini,” ujar salah satu aktivis perempuan Sumbar.

Tragedi yang Mengguncang Nurani

Kasus ini menyisakan trauma mendalam tidak hanya bagi keluarga, tetapi juga bagi masyarakat. Tragedi Nanda bukan sekadar kehilangan anak bagi Dasrizal dan Wenni, melainkan simbol bahwa kekerasan terhadap perempuan masih hidup dan bahkan semakin brutal.

Sementara polisi bekerja menuntaskan penyelidikan, publik berharap keadilan tidak berhenti pada penangkapan pelaku. Negara ditantang untuk menegakkan hukum secara tuntas, memberikan hukuman sepadan, dan mencegah kekerasan terhadap perempuan agar tak terulang.

Nanda telah tiada, tetapi kisahnya menggema sebagai alarm bahwa perlindungan terhadap perempuan di negeri ini masih penuh lubang yang harus ditambal.

***

Sumber: BBC.

×
Berita Terbaru Update