Notification

×

Iklan

Iklan

Ketika Uang Bulanan Jadi Alasan Perceraian: Antara Kewajiban, Kebutuhan, dan Keadilan

Selasa, 17 Juni 2025 | 09.05 WIB Last Updated 2025-06-17T02:06:55Z
Foto, tangkap layar dari sumber terpercaya.


Queensha.id - Edukasi Sosial,

Sebuah tangkapan layar percakapan WhatsApp mendadak viral dan memantik diskusi hangat di media sosial. Dalam chat tersebut, seorang pria memberi uang bulanan sebesar Rp500.000 kepada pasangannya. Namun, alih-alih protes seperti biasanya, sang istri malah menjawab santai, lalu menambahkan, “Aku udah nyiapin gugatan cerai soalnya.”

Percakapan singkat itu menyentil banyak pihak. Apakah benar nominal uang bulanan bisa jadi penyebab perceraian? Bagaimana semestinya solusi yang diambil? Bagaimana hukum Islam memandang hal ini?


Realita Ekonomi dan Kebutuhan Rumah Tangga

Rp500.000 sebulan di era sekarang nyaris tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Harga bahan pokok, biaya pendidikan anak, listrik, air, hingga transportasi tidak bisa ditutupi dengan jumlah tersebut. Tak heran jika sebagian istri merasa tidak dihargai jika hanya diberi nominal kecil tanpa ada upaya transparansi atau diskusi.

Namun, penting pula untuk melihat dari dua sisi. Apakah sang suami memang tidak mampu memberikan lebih karena kondisi ekonomi? Atau justru ada masalah pengelolaan keuangan dan prioritas?


Solusi dan Jalan Terbaik: Komunikasi dan Musyawarah

Permasalahan ekonomi dalam rumah tangga semestinya tidak langsung dijawab dengan emosi atau ancaman perceraian. Ada beberapa solusi yang bisa menjadi jalan tengah:

1. Transparansi Finansial: Suami dan istri perlu saling terbuka tentang penghasilan dan pengeluaran. Jika Rp500.000 adalah yang terbaik yang bisa diberikan suami, maka istri berhak tahu alasannya.


2. Musyawarah Rutin Keluarga: Buat forum kecil di rumah seminggu sekali atau sebulan sekali untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kebutuhan keluarga.


3. Peningkatan Keterampilan: Jika penghasilan suami tidak mencukupi, pasangan bisa saling mendukung untuk mencari tambahan penghasilan, seperti usaha sampingan, kerja freelance, atau UMKM rumahan.


4. Pendekatan Emosional: Komunikasi harus dijaga dengan empati. Hindari sindiran dan saling menyalahkan, fokuslah pada solusi bersama.



Hukum Islam: Kewajiban Nafkah dan Hak Istri

Dalam Islam, suami diwajibkan memberikan nafkah lahir dan batin kepada istri dan anak-anaknya.

Al-Qur'an Surat At-Talaq ayat 7: "...Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang sempit rezekinya hendaklah memberi nafkah dari apa yang Allah berikan kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang Allah berikan kepadanya..."

Hadis Nabi SAW juga menegaskan: "Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya." (HR. Abu Dawud)

Namun Islam juga memberi ruang bagi perempuan untuk menggugat cerai (khulu’) jika merasa tidak mendapatkan hak-haknya secara adil, termasuk nafkah.


Jadi, pernikahan adalah komitmen jangka panjang yang dibangun atas dasar cinta, tanggung jawab, dan komunikasi. Masalah uang memang bisa menjadi sumber konflik, namun bukan alasan mutlak untuk perceraian jika masih ada ikhtiar dan niat baik dari kedua belah pihak.

Langkah terbaik adalah menyelesaikan dengan kepala dingin, komunikasi terbuka, dan mencari solusi bersama. Jika akhirnya perceraian menjadi jalan terakhir, maka tempuhlah secara baik-baik sesuai hukum negara dan ajaran agama.

Karena sejatinya, dalam rumah tangga, bukan besar kecilnya uang yang jadi ukuran utama—melainkan sejauh mana dua insan mau saling memahami dan memperjuangkan bersama.

***

Sumber: BS.
×
Berita Terbaru Update