Notification

×

Iklan

Iklan

Kronologi dan Kontroversi Kasus Penembakan di Mayong, Jepara: Tuntutan Ringan Tuai Kecaman

Rabu, 11 Juni 2025 | 17.36 WIB Last Updated 2025-06-11T10:41:00Z
Foto, korban penembakan di Mayong Jepara dan sepeda motor yang dibakar.

Queensha.id - Jepara,

Kasus penembakan yang mengguncang Mayong, Jepara, kini memasuki babak akhir yang justru menimbulkan kegelisahan publik. Sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jepara pada Selasa (11/6) menyisakan kekecewaan dari berbagai kalangan, menyusul tuntutan ringan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa Reza, pelaku utama dalam insiden tersebut.


Kronologi Guru Ditembak Saat Antar Anak Sekolah

Insiden bermula pada 25 November 2024 di Dukuh Kepel, Desa Buaran, Kecamatan Mayong. Korban, Eko Hadi Susanto (42), seorang guru Madrasah Diniyah, sedang dalam perjalanan menjemput anaknya ketika sebuah mobil Toyota Camry hitam menyerempet motornya.

Setelah sempat terjadi percekcokan, pelaku yang kemudian diketahui sebagai Reza (33), mengejar kembali korban, menyerempetnya hingga terjatuh, dan menembakkan dua peluru karet dari airsoft gun ke arah perut Eko. Meski terluka, korban tetap menjemput anaknya dan melanjutkan perjalanan. Ironisnya, motornya kemudian ditemukan dalam keadaan terbakar di bengkel tambal ban, diduga dibakar oleh pelaku.


Penelusuran Fakta dan Barang Bukti

Polisi berhasil menangkap pelaku Reza, warga Desa Gemiring Lor, Kecamatan Nalumsari, hanya beberapa hari setelah kejadian. Barang bukti yang disita termasuk:

1. Sebuah airsoft gun Colt Defender Series 90.

2. Mobil Toyota Camry pelaku.

3. Sepeda motor korban dalam keadaan hangus terbakar.


Reza dijerat dengan pasal berlapis, yakni UU Darurat No. 12 Tahun 1951 dan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat.


Tuntutan Jaksa Picu Kekecewaan

Dalam sidang terbaru, Jaksa Penuntut Umum menuntut Reza dengan hukuman dua tahun penjara. Tuntutan ini langsung memicu kritik, terutama dari tokoh-tokoh masyarakat yang mendampingi korban.

Ketua DPC Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (Grib Jaya) Jepara, Agus Adodi, menyampaikan kekecewaannya:

"Sebagai pihak yang mendampingi korban, saya sangat menyayangkan tuntutan JPU hanya dua tahun. Ini belum bisa mewakili rasa keadilan bagi korban dan masyarakat luas," ujar Agus.



Ia juga menyoroti bahaya kepemilikan dan penggunaan senjata secara ilegal di ruang publik, serta potensi munculnya tindakan vigilante atau "koboi jalanan".

"Ini bukan perkara kecil. Hukum harus ditegakkan dengan tegas agar ada efek jera. Kalau tidak, siapa pun bisa membawa senjata dan bertindak sewenang-wenang," tambahnya.




Sikap Korban: Memaafkan, tapi Harus Ada Keadilan

Korban, Eko, dalam pernyataannya sebelumnya, mengaku telah memaafkan pelaku sebagai bagian dari prinsip keislaman yang ia junjung sebagai santri Mbah Mun Balekambang. Namun ia menekankan, proses hukum tidak boleh berhenti hanya pada permintaan maaf, agar peristiwa serupa tak terulang.


Sidang Berlanjut Pekan Depan

Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pembelaan dari pihak terdakwa. Publik, terutama warga Jepara, kini menanti apakah putusan hakim akan lebih mencerminkan keadilan dan kepastian hukum yang diharapkan.


Cermin Buram Penegakan Hukum?

Kasus ini bukan sekadar soal satu peluru atau satu motor terbakar. Ia membuka luka besar di masyarakat soal ketimpangan rasa aman, dan tentang bagaimana hukum bisa menjadi alat keadilan atau justru cermin buram dari ketimpangannya.

Jika aparat tak tegas, "pelajaran" yang tersisa hanya satu: nyawa dan rasa aman bisa dibeli dengan dua tahun hukuman.

***

Sumber: BS.

×
Berita Terbaru Update