Notification

×

Iklan

Iklan

Laptop Khayalan dan Generasi Digital Halusinasi

Senin, 02 Juni 2025 | 05.02 WIB Last Updated 2025-06-01T22:05:18Z
Foto, ilustrasi. Sumber: Ida Ayu Komang.

Queensha.id - Opini Publik,

Oleh: Ida Ayu Komang

“Menuju Indonesia Emas 2045,” kata mereka. Tapi yang mengilap justru korupsinya, bukan masa depan anak-anak kita.


Bayangkan sebuah negeri yang katanya tengah berpacu menuju kejayaan masa depan. Indonesia Emas 2045, begitu slogan yang digaungkan. Namun alih-alih menempa generasi unggul dengan teknologi dan pendidikan bermutu, yang lebih dulu ‘berkilau’ justru anggaran fiktif. Sepuluh triliun rupiah—angka yang cukup untuk membangun ribuan sekolah layak—dihabiskan untuk pengadaan laptop. Sayangnya, bukan laptop untuk menunjang pembelajaran, melainkan laptop khayalan.

Ya, benar. Laptop yang entah di mana rimbanya, namun anggarannya sudah lebih dulu 'diamankan'. Tak jelas bentuk, merek, atau distribusinya, tapi uangnya sudah disulap jadi angka-angka mulia dalam laporan dan mungkin, menjadi saldo-saldo pribadi di rekening tak bernama.

Kemdikbud tampaknya telah melampaui Silicon Valley. Jika di sana teknologi diciptakan dengan riset dan inovasi, di sini kita sudah bisa menciptakan barang virtual tanpa perlu pabrik, tanpa perlu distribusi. Hanya perlu imajinasi, koneksi, dan kemauan untuk menipu.


Sementara itu, di pelosok negeri, para siswa masih berjuang mengerjakan tugas daring lewat ponsel tua. Di beberapa tempat, akses internet adalah kemewahan, listrik pun kadang menyala hanya setengah hari. Tapi tak apa, mereka tetap diajarkan “pendidikan karakter”. Bukan karakter kejujuran atau tanggung jawab, melainkan karakter bertahan hidup di tengah sistem yang penuh kebohongan.

Yang lebih menyakitkan, para pemangku program ini tetap tampil anggun di panggung-panggung seminar. Mereka berbicara soal “transparansi” dan “akuntabilitas” seolah tak berdosa, mungkin sambil menepuk dompet yang makin mengembung. Ironisnya, jargon mereka tetap sama: “Kita ingin mencetak generasi unggul.” Padahal yang unggul justru cara menyembunyikan laporan dan memanipulasi angka.


Di negeri ini, jargon sering kali lebih penting dari realisasi. Mencerdaskan kehidupan bangsa hanya menjadi kalimat pembuka undang-undang. Dalam praktiknya, yang cerdas justru para koruptor yang tahu cara bermain di balik celah aturan dan ketiadaan pengawasan.

Mari kita doakan bersama. Mungkin suatu hari, anak-anak Indonesia akan benar-benar melihat laptop-laptop khayalan itu. Bukan di ruang kelas, tapi di museum korupsi, atau di layar berita saat tersangka muncul dengan rompi oranye.


Indonesia Emas? Mungkin.
Tapi yang lebih nyata hari ini:
Indonesia Cemas dan Lemas.
Koruptornya menumpuk emas,
Generasi mudanya terengah dan lemas.


Catatan Penulis: Ida Ayu Komang

Sumber inspirasi: jeritan diam guru di daerah, dan anak-anak yang menatap layar ponsel retak sambil menulis masa depan.

***

Sumber: Ida Ayu Komang.
×
Berita Terbaru Update