Breaking News

Maaf, Belum Bisa Hadir di Pesta: Curahan Hati Fahmi Ramai di Facebook, Jadi Cermin Realita Sosial

Foto, tangkap layar dari akun Facebook Zainal AA.

Queensha.id - Klaten,

Sebuah foto kertas bertuliskan penolakan halus terhadap undangan pesta yang ditempel di sebuah pintu rumah mendadak viral di media sosial. Kertas tersebut merupakan curahan hati seorang warga bernama Fahmi (47), warga Kabupaten Klaten, yang merasa kewalahan secara ekonomi menjelang akhir bulan, terutama di bulan Besar dalam penanggalan Hijriah yang memang dikenal sebagai musim hajatan atau perayaan besar sebelum malam 1 Suro.

Tulisan di kertas putih tersebut berbunyi:

“MOHON MAAF !!!
UNTUK SAAT INI KAMI TIDAK MENERIMA UNDANGAN PESTA SAAT TANGGAL TUA INI.
SAMPAI TANGGAL MUDA NANTI KAMI TERIMA KEMBALI.
UNTUK UNDANGAN KENDURI / TASYUKURAN KAMI SIAP MENERIMANYA KAPAN PUN.”

Unggahan ini difoto oleh seseorang yang menyebarkan undangan, lalu diposting di akun Facebook Zainal AA. Respons netizen pun beragam hingga ada yang tertawa, ada yang merasa tersindir, ada pula yang memberikan dukungan empati terhadap Fahmi.

Saat diwawancarai, Fahmi mengaku nekat menempelkan tulisan itu lantaran sudah tiga bulan berturut-turut menerima undangan pernikahan dan pesta lain, namun kondisi keuangan keluarganya sedang sangat sulit.

“Mumet poll, mas... Akhir bulan ki. Lha iki dua bulan kok undangan terus. Nggak kuat amplop-an terus,” ujarnya sambil tertawa pahit, Selasa (24/6/2025).

Fenomena Sosial: Antara Tradisi dan Realita

Di banyak daerah Jawa, khususnya di bulan Besar (Zulhijjah) sebelum 1 Suro, tradisi hajatan, pernikahan, dan syukuran meningkat drastis. Momentum ini dianggap waktu yang baik secara adat. Namun bagi sebagian warga seperti Fahmi, hal ini menjadi tekanan tersendiri.

Tradisi "ngamplopi" atau memberi amplop saat menghadiri hajatan sudah mengakar dalam budaya masyarakat. Amplop berisi uang ini adalah bentuk partisipasi dan dukungan. Namun, tanpa disadari, beban ini bisa menekan ekonomi warga yang sedang kesulitan.

Respons Publik: Lucu tapi Mengena

Komentar di media sosial pun bermunculan:

  • “Wkwkwk... Izin nyusul tanggal muda pak. Tapi tetap makan ya.”
  • “Ini baru jujur! Saya juga pengin nempel beginian di rumah.”
  • “Kok malah baper bacanya, padahal lucu. Ya Allah, hidup makin keras.”

Namun tak sedikit pula yang menyayangkan unggahan itu:

  • “Kalau nggak bisa datang ya tinggal nggak datang, nggak perlu diumumkan segitunya.”
  • “Kalau semua orang begini, nggak ada yang hadir di nikahan dong.”

Edukasi Sosial: Bijak Mengundang dan Menghadiri

Kasus Fahmi ini sebenarnya membuka mata banyak pihak akan pentingnya empati sosial. Di tengah beban ekonomi yang semakin berat, masyarakat perlu menyadari bahwa setiap undangan, meski tulus, bisa menjadi tekanan bagi yang diundang.

Penting bagi tuan rumah untuk:

  1. Tidak mengukur kehadiran dengan jumlah sumbangan — Undangan adalah ajakan berbagi kebahagiaan, bukan ajang "balas amplop."
  2. Membuka ruang untuk keikhlasan — Tak semua harus hadir atau memberi, dan itu harus dimaklumi.
  3. Memperhatikan waktu dan kondisi sosial ekonomi warga sekitar.

Sebaliknya, bagi yang menerima undangan:

  • Tidak perlu merasa bersalah jika tidak bisa hadir atau memberi.
  • Utamakan komunikasi — sampaikan alasan dengan sopan, agar silaturahmi tetap terjaga.


Tulisan sederhana Fahmi ternyata mampu menggemparkan dunia maya karena mewakili suara banyak orang. Dalam balutan humor dan kejujuran, ia berhasil menyampaikan pesan sosial yang dalam. Bahwa di balik setiap undangan, ada harapan, tapi juga beban. Dan di antara semua itu, komunikasi jujur, saling pengertian, dan empati sosial tetap menjadi fondasi utama masyarakat yang sehat.

Semoga dari kejadian ini, kita bisa lebih bijak dalam melestarikan tradisi, tanpa melukai sesama yang sedang berjuang.

***

Sumber: Akun Facebook.

0 Komentar

© Copyright 2025 - Queensha Jepara
PT Okada Entertainment Indonesia