| Foto, seorang istri yang mandiri. Karya AI. |
Queensha.id - Jepara,
Di balik senyum manis dan langkah ringan seorang istri yang tampak mampu mengurus segalanya sendiri, kadang tersembunyi lelah yang tak pernah terucap. Banyak pria modern merasa beruntung memiliki pasangan hidup yang mandiri dan tak banyak menuntut. Namun, sebuah percakapan sederhana antara seorang ibu dan anaknya mengungkap sisi lain dari kemandirian perempuan yang kerap diabaikan oleh kelelahan emosional dan hilangnya rasa saling bergantung dalam rumah tangga.
Bayu, seorang warga Kecamatan Tahunan, Jepara, tengah berbincang santai dengan ibunya saat sang istri, Nur Aisyah seorang perempuan tangguh asal Kecamatan Kedung, Jepara yang pergi ke pasar seorang diri. Mereka tinggal di kawasan padat penduduk di wilayah Tahunan. Sekilas tampak sepele. Tapi dari percakapan itu muncul renungan mendalam: apakah seorang istri yang terlalu mandiri justru akan membuat suaminya terlena dan kehilangan perannya dalam rumah tangga?
"Istrimu sudah bisa semuanya sendiri, Nak. Tapi jangan biarkan itu membuatmu merasa tak perlu hadir untuknya," ujar sang Ibu dengan nada bijak.
Fenomena ini kian relevan di tengah maraknya perempuan yang berdaya, mandiri secara finansial dan kuat secara mental. Nur Aisyah, misalnya, mengelola toko online dari rumah, mengurus anak-anak, dan bahkan baru-baru ini terlihat mengganti sendiri lampu ruang tengah yang mati. Namun, di balik itu semua, ia tetap perempuan biasa yang sesungguhnya hanya ingin ditemani, dibantu, dan dimanja dan bukan karena tak mampu, tapi karena ingin merasa dicintai.
Petuah sang ibu menjadi tamparan halus bagi banyak suami:
"Kalau apa-apa sudah bisa sendiri, apa gunanya kamu, Nak? Bisa-bisa nggak dianggap. Apa kamu mau begitu?"
Sebuah pernyataan sederhana tapi mengandung makna mendalam. Sebab, rumah tangga bukan sekadar tentang siapa yang kuat dan siapa yang lemah. Tapi tentang siapa yang hadir dan siapa yang peduli.
Di akhir percakapan, sang ibu mengingatkan bahwa cinta yang langgeng bukan hanya dibangun dengan rasa kasih, tapi juga rasa saling membutuhkan. Mandiri boleh, tapi tetap ada ruang untuk saling mengandalkan. Sebab, ketika fitrah kemanjaan istri mulai luntur karena tekanan dan beban, bukan hanya cinta yang bisa pudar, tapi juga keharmonisan itu sendiri.
Bagi para suami, jangan bangga dulu jika istri Anda tampak mampu mengurus segalanya sendiri. Bisa jadi, di balik semua itu, dia sedang kehilangan sosok yang harusnya menjadi sandaran. Hadirlah, bantulah, dan tetaplah menjadi alasan dia merasa tak sendiri dalam menjalani peran yang berat.
Karena di balik perempuan yang terlalu mandiri, ada hati yang diam-diam berharap untuk tetap dimanja.
***
Sumber: BS.