Foto, ilustrasi seseorang ambil uang di ATM. |
Queensha.id - Jepara,
Dunia perbankan di Kabupaten Jepara kembali tercoreng. Seorang warga Desa Bangsri, Kecamatan Bangsri, dibuat terkejut saat mendapati saldo rekeningnya di Bank Rakyat Indonesia (BRI) tiba-tiba mengalami minus hampir Rp15 juta. Ironisnya, warga tersebut mengaku sama sekali tidak pernah mengajukan pinjaman dalam bentuk apa pun.
Temuan ini sontak memunculkan kembali kekhawatiran publik terhadap maraknya praktik kredit fiktif—sebuah modus lama namun terus berulang. Dalam skema ini, identitas nasabah diduga digunakan secara ilegal oleh oknum untuk mencairkan pinjaman, tanpa sepengetahuan atau persetujuan pemilik identitas. Nasabah baru sadar saat tiba-tiba harus menanggung utang yang tidak pernah mereka nikmati.
Fenomena Lama yang Terulang
Kasus di Bangsri bukanlah yang pertama. Catatan menunjukkan deretan kasus serupa telah terjadi di berbagai daerah:
-
Jepara, 10 Juni 2025 – Kejaksaan Negeri Jepara menetapkan AWP, seorang pegawai BRI, sebagai tersangka dalam kasus kredit fiktif senilai Rp858,64 juta. Dana pinjaman dicairkan dengan menggunakan identitas nasabah yang dicatut, lalu digunakan untuk kepentingan pribadi.
-
Bone, Sulawesi Selatan (2021) – Tiga tersangka, termasuk dua mantri BRI, terlibat dalam pengajuan pinjaman fiktif atas nama petani dan nelayan dengan total nilai mencapai Rp5,2 miliar.
-
NTT (2022) – Seorang mantri bank memalsukan tanda tangan warga demi mencairkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) senilai Rp800 juta, yang ternyata digunakan oleh pihak ketiga.
-
Sragen, Jawa Tengah (2019) – Puluhan warga mendapati nama mereka tercatat sebagai peminjam KUR, padahal mereka tidak pernah mengajukan pinjaman apa pun.
-
Pekalongan, 7 Juli 2025 – NH, mantri bank pemerintah, ditangkap karena dugaan pengajuan kredit fiktif yang merugikan negara hampir Rp1 miliar.
Kekhawatiran Publik dan Seruan Penegakan Hukum
Kejadian di Bangsri menambah panjang daftar warga biasa yang menjadi korban manipulasi sistem keuangan. Dalam situasi ekonomi yang tidak mudah, kabar saldo rekening mendadak minus bukan hanya mengejutkan, tapi juga menciptakan beban psikologis dan ekonomi tambahan.
"Ini bukan sekadar masalah administrasi, tapi sudah masuk ranah kejahatan serius. Penegakan hukum tidak bisa setengah hati," ujar seorang aktivis perlindungan konsumen di Jepara.
Masyarakat mendesak agar pihak kepolisian dan kejaksaan segera turun tangan menyelidiki kasus ini. Mereka juga berharap agar sistem pengawasan internal bank diperketat, serta menjamin perlindungan data pribadi nasabah.
Peringatan Keras untuk Dunia Perbankan
Kasus Bangsri menjadi peringatan keras bagi seluruh lembaga keuangan. Kepercayaan adalah modal utama dalam bisnis perbankan. Ketika data nasabah yang mestinya dijaga dengan aman justru disalahgunakan oleh oknum internal, maka yang dirusak bukan hanya reputasi lembaga, melainkan kehidupan rakyat kecil yang bergantung pada sistem yang seharusnya melindungi mereka.
Warga berharap, kejadian ini menjadi titik balik pembenahan sistem dan tidak lagi menjadi pola yang terus terulang.
“Kalau uang negara yang dirugikan saja bisa ditindak, apalagi ini rakyat kecil yang dirugikan. Harusnya penanganannya lebih cepat dan transparan,” tegas seorang tokoh masyarakat Bangsri.
Penulis: G7/AR.
Sumber: G7.