Notification

×

Iklan

Iklan

Dari Aspirasi ke Amuk Massa: Anatomi Kerusuhan Jepara

Minggu, 31 Agustus 2025 | 22.35 WIB Last Updated 2025-08-31T15:42:36Z

Foto, Dr. Muh Khamdan – UIN Jakarta / LTN NU MWCNU Nalumsari Jepara yang menganalisa kejadian Demo anarkis di gedung DPRD Jepara.

Queensha.id - Jepara,


Sejak 25 Agustus 2025, eskalasi demonstrasi di berbagai daerah Indonesia meningkat drastis. Aksi protes yang semula dimaksudkan sebagai kanal aspirasi politik kini berubah rupa menjadi gelombang anarki: gedung DPR maupun DPRD dibakar, fasilitas publik dijarah, hingga rumah pejabat diserang.


Fenomena ini menandai pergeseran besar. Dari tradisi demonstrasi mahasiswa yang identik dengan idealisme, kini kerumunan massa justru menampakkan wajah amuk tanpa kendali.



Dari Stadion ke Jalanan


Jepara menjadi salah satu titik rawan. Aksi Aliansi Jepara Bersatu pada 30 Agustus 2025, yang awalnya digelar sebagai forum aspirasi politik lokal, berubah drastis pasca-pertandingan sepak bola Persijap Jepara melawan Arema Malang. Ribuan suporter yang bergabung setelah laga membuat suasana cair namun sarat emosi.


“Sejak ban mulai dibakar, batu dilemparkan, dan aparat dijadikan sasaran simbolik, kerumunan berubah jadi amuk massa,” jelas Dr. Muh Khamdan, akademisi Studi Perdamaian UIN Jakarta.


Menurutnya, kerusuhan sosial tidak pernah lahir tiba-tiba. Ada akumulasi ketidakpuasan, pemicu (trigger), serta kondisi sosial yang mendukung ledakan emosional. Dalam kasus Jepara, titik kritis itu terjadi saat kultur mahasiswa yang biasanya damai melebur dengan kultur suporter bola yang kolektif, penuh rivalitas, dan emosional.



Dari Aspirasi ke Penjarahan


Situasi semakin memburuk ketika aparat berupaya membubarkan massa dengan gas air mata. Sebagian demonstran memilih pulang, sebagian lain bertahan sebagai simbol perlawanan.


Sasaran amarah pun bergeser: dari Mapolres Jepara menuju gedung DPRD, simbol representasi politik lokal. Yang mengejutkan, terjadi penjarahan merupakan fenomena yang sama sekali asing dalam tradisi demonstrasi di Jepara.


“Penjarahan menandai hilangnya kontrol moral. Itu khas amuk massa atau kerumunan tak lagi diikat kesadaran kolektif, tapi insting merusak dan mengambil keuntungan sesaat,” ujar Khamdan.



Musuh Simbolik dan Framing Konflik


Dalam perspektif studi perdamaian, peristiwa ini juga memperlihatkan framing of enemies. Aparat diposisikan sebagai musuh simbolik, gedung DPRD jadi lambang kekecewaan politik, sementara ruang publik berubah menjadi arena pelampiasan frustrasi.


Jika framing ini dibiarkan, kohesi sosial bisa runtuh, memicu siklus kekerasan yang berulang.



Ancaman bagi Citra Jepara


Kerusuhan tak hanya soal keamanan lokal, tetapi juga ancaman serius bagi citra Jepara. “Investor global butuh stabilitas. Jika Jepara dicap rawan konflik, dampaknya bisa langsung ke kepercayaan ekonomi,” tegas Khamdan.


Menurutnya, aparat sebenarnya sudah mencoba mitigasi, termasuk menghadirkan barakuda dan negosiasi langsung Kapolres di lapangan. Namun, dalam anatomi amuk massa, ketika kerumunan mencapai puncak emosional, persuasi jarang efektif. Hanya ketegasan hukum yang bisa memutus rantai anarki.



Jalan Keluar: Hukum dan Dialog


Meski begitu, Khamdan menekankan pendekatan hukum harus selektif. “Bukan seluruh massa yang dipidana, tapi provokator dan pelaku perusakan. Mayoritas demonstran sejatinya ingin damai.”


Ia juga menegaskan pentingnya dialog inklusif. Tradisi musyawarah di Jepara harus dihidupkan kembali agar luka kolektif akibat kerusuhan bisa disembuhkan.


Jadi, kerusuhan Jepara adalah cermin rapuhnya kontrol sosial ketika aspirasi politik bercampur dengan euforia massa. Anatomi amuk massa menunjukkan bahwa konflik lahir dari frustrasi, pemicu emosional, dan lemahnya kesadaran kolektif.


Hanya dengan kombinasi penegakan hukum yang adil, ruang dialog yang terbuka, dan penguatan sistem peringatan dini konflik, Jepara bisa kembali menegaskan identitasnya sebagai kota damai bukan kota amuk.


***

(Laporan: Redaksi, dengan analisis Dr. Muh Khamdan – UIN Jakarta / LTN NU MWCNU Nalumsari Jepara)

Sumber: SuaraBaru.id


×
Berita Terbaru Update