Foto, Balita di Sukabumi meninggal karena Cacingan. |
Queensha.id - Sukabumi,
Kasus meninggalnya seorang balita berusia tiga tahun bernama Raya di Kabupaten Sukabumi menyita perhatian publik. Pasalnya, gadis kecil itu meninggal dunia setelah tubuh dan otaknya dipenuhi cacing, meskipun sebelumnya telah mendapatkan bantuan gizi tambahan dan obat dari pemerintah.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi, Agus Sanusi, menegaskan bahwa pelayanan kesehatan tetap diberikan kepada Raya meski ia tidak memiliki identitas resmi.
“Walaupun kita bicara masalah identitas dan sebagainya tidak punya, tapi tetap pemerintah Kabupaten Sukabumi, khususnya di Puskesmas kecamatan setempat, memberikan PMT (Pemberian Makanan Tambahan). Susu, telur, itu semua sudah diberikan,” ujar Agus, Rabu (20/8/2025).
Menurutnya, Raya sempat terdeteksi memiliki berat badan kurang sehingga langsung mendapat bantuan PMT berupa susu dan telur yang diperuntukkan selama dua minggu. Namun, laporan menyebut bantuan itu habis hanya dalam dua hari.
“PMT yang seharusnya untuk dua minggu habis dalam dua hari. Mungkin dipakai keluarganya,” jelas Agus.
Selain itu, Dinkes juga memberikan obat cacing yang seharusnya dikonsumsi dua kali setahun. “Anak ini sebenarnya terdeteksi mengalami garis merah. Berat badannya sempat turun, makanya langsung dikasih PMT. Alhamdulillah selama 14 bulan itu ada perkembangan,” tambahnya.
Namun, hasil investigasi menunjukkan bahwa penurunan pola asuh menjadi salah satu faktor yang memperburuk kondisi Raya. Awalnya, catatan kesehatan Raya dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) terbilang normal. Tetapi, seiring waktu, pengasuhan dialihkan ke neneknya dan perhatian kesehatan menurun.
Upaya yang Terlambat
Raya tinggal di Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan. Ia sempat ditolong oleh relawan Rumah Teduh, namun kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
Menurut pendiri Rumah Teduh & Peaceful Land, Iin Achsien, pihaknya mendapat laporan dari kerabat Raya pada 13 Juli 2025. “Kami dapat kabar dari keluarganya bahwa Raya sesak napas. Saat tim datang, dia sudah tidak sadarkan diri,” jelas Iin.
Raya kemudian dibawa ke RSUD R. Syamsudin SH (Bunut). Di sana, penyakit cacingan akut baru terungkap. “Kondisinya sudah drop, langsung dimasukkan ke PICU (Pediatric Intensive Care Unit),” ungkap Iin.
Kendati demikian, perawatan Raya terhambat karena ia tidak memiliki identitas maupun jaminan kesehatan. Rumah sakit memberi waktu 3x24 jam untuk mengurus BPJS PBI (Penerima Bantuan Iuran).
Orang Tua dengan Gangguan Jiwa
Proses pengurusan dokumen menemui jalan buntu. Orang tua Raya diketahui mengalami gangguan kejiwaan (ODGJ). Hal ini membuat koordinasi antarinstansi tersendat.
“Kami ke Disdukcapil, diarahkan ke Dinas Sosial, lalu ke Dinas Kesehatan. Tapi akhirnya Dinkes angkat tangan. Selama tiga hari itu tidak ada tanggapan apa-apa,” kata Iin.
Karena tenggat waktu rumah sakit habis, status perawatan Raya dialihkan menjadi pasien umum dengan biaya tunai yang ditanggung Rumah Teduh. Tagihan perawatan sempat mencapai Rp23 juta lebih, namun kemudian mendapat diskon besar hingga sebagian dibebaskan.
Pertanyaan Publik
Kasus ini memicu perdebatan soal tanggung jawab pemerintah dan koordinasi lintas lembaga dalam menangani balita tanpa identitas serta keluarga dengan keterbatasan.
Agus Sanusi menyebut pola asuh keluarga sebagai faktor utama penurunan kesehatan Raya. Sementara pihak relawan menilai birokrasi dan lemahnya koordinasi membuat penanganan terlambat hingga akhirnya nyawa balita tersebut tidak terselamatkan.
Kasus Raya kini menjadi sorotan publik sebagai potret peliknya masalah kesehatan, kemiskinan, dan lemahnya sistem perlindungan sosial di tingkat daerah.
***
Sumber: L6.