Notification

×

Iklan

Iklan

Jepara Deklarasikan Hari Ukir Nasional: Menjaga Warisan, Mengukir Masa Depan

Rabu, 27 Agustus 2025 | 08.34 WIB Last Updated 2025-08-27T01:35:44Z

Foto, Deklarasi Hari Ukir Jepara oleh PJ Bupati Jepara, Edy Supriyanta, pada tahun 2022.

Queensha.id - Jepara,


Alun-alun Jepara berubah menjadi panggung sejarah pada Rabu Legi, 20 Agustus 2022. Dari Festival Jepara Bangkit, Pj Bupati Jepara Edy Supriyanta mendeklarasikan Hari Ukir Nasional di hadapan ribuan warga, perajin, dan para empu ukir.


Tulisan kayu raksasa bertuliskan “Jepara the World Carving Center” berdiri gagah di depan panggung, seakan menegaskan jati diri Jepara sebagai pusat ukir dunia. Sementara di sekelilingnya, ratusan perajin larut dalam lomba ukir, menghadirkan suasana penuh energi kreativitas.


Tak sekadar membacakan naskah deklarasi, Edy juga menandatangani prasasti jati berukuran 110 x 110 cm bertuliskan “Declaration of National Wood Carving Day”. Prasasti ini dibuat oleh Sutarya, dosen Unisnu Jepara sekaligus pengusaha ukir yang konsisten melestarikan seni warisan leluhur itu.


“Deklarasi Hari Ukir Nasional ini adalah ikhtiar menciptakan momentum pelestarian ukir Jepara. Seni ukir bukan hanya identitas budaya, tetapi juga terbukti menjadi kekuatan ekonomi yang mensejahterakan warga,” ujar Edy dalam sambutannya.



Dari Ratu Shima hingga RA Kartini


Seni ukir Jepara bukan sekadar keterampilan tangan, tetapi peradaban panjang. Sejak masa Ratu Shima pada abad ke-7, ketika singgasananya dari gading berukir megah, hingga era Ratu Kalinyamat yang menjadikan ukir sebagai komoditas ekspor kapal dan rumah tangga. Jejaknya masih bisa dilihat pada relief Masjid Mantingan.


Namun, momentum kebangkitan seni ukir Jepara paling besar hadir melalui RA Kartini. Kepekaan sosialnya membuat Kartini menaruh perhatian pada nasib perajin yang hidup miskin meski menghasilkan karya indah.


Pada 1898, Kartini mengirim 23 karya ukir Jepara ke pameran internasional Nationale Tentoonstelling voor Vrouwnarbied di Den Haag, Belanda. Karyanya, termasuk bingkai lukisan berukir rococo dan bambu ukir, mencuri perhatian Ratu Wilhelmina.


Sejak itu, Kartini mendirikan bengkel ukir, melibatkan 12 perajin lokal, lalu memasarkan produk kecil seperti tempat rokok, kotak perhiasan, hingga mebel ke Batavia dan Semarang. Hasil penjualan diserahkan penuh kepada perajin. Inilah tonggak awal seni ukir Jepara menjadi industri bernilai ekonomi tinggi.



Jepara: Pusat Ukir Dunia


Seiring waktu, seni ukir Jepara kian berkembang. Dari meja, kursi, hingga lemari berornamen rumit, Jepara menancapkan reputasi globalnya. Bahkan sejak 2015, ukir Jepara resmi diakui sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia dan dilindungi lewat Indikasi Geografis (IG).


Di sektor ekonomi, kontribusi industri kayu ukir bahkan menyalip sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jepara sejak 1998.


Tak berlebihan jika branding Jepara the World Carving Center digaungkan. Seni ukir telah menjelma dari tradisi menjadi daya saing, sekaligus jantung ekonomi daerah.



Ancaman yang Mengintai


Meski gemilang, seni ukir Jepara kini menghadapi tantangan serius. Generasi muda semakin sedikit yang mau mewarisi keterampilan ini. Upah tukang ukir terampil hanya Rp80–100 ribu per hari, jauh di bawah pekerja sektor lain.


Lembaga pendidikan formal seni ukir juga hampir tidak ada lagi sejak Openbare Ambachsschool era kolonial dan Kelas Pembangunan pasca-reformasi berhenti. Sementara regulasi daerah tentang pelestarian ukir sering tidak berjalan maksimal.


Bagi banyak anak muda, industri lain seperti pariwisata atau pabrik lebih menjanjikan ketimbang duduk berjam-jam mengukir kayu.



Momentum untuk Melestarikan


Di sinilah pentingnya deklarasi Hari Ukir Nasional. Selain mengingatkan pada kiprah RA Kartini, tanggal 20 Agustus dipilih untuk menyatukan semangat pelestarian dengan semangat kemerdekaan bangsa.


“Harapannya, melalui peringatan ini kita bisa menumbuhkan kesadaran kolektif. Seni ukir harus dijaga bukan hanya karena nilai ekonominya, tetapi karena ia adalah identitas Jepara, bahkan identitas Indonesia,” kata Hadi Priyanto, Ketua Lembaga Pelestari Ukir, Batik, dan Tenun Jepara.


Seni ukir Jepara telah menyeberangi zaman: dari singgasana kerajaan, surat kabar Belanda, hingga panggung festival hari ini. Kini, tantangannya bukan lagi membuktikan keindahan ukirannya, tetapi memastikan tangan-tangan muda masih mau mengukir masa depan.


***

Sumber: Hadepe.

×
Berita Terbaru Update