Notification

×

Iklan

Iklan

Bijak Bermedia Sosial, Hindari Pencemaran Nama Baik

Senin, 08 September 2025 | 07.34 WIB Last Updated 2025-09-08T00:35:14Z
Foto, tangkap layar dari unggahan himbauan dari Kepolisian Republik Indonesia.


Queensha.id - Jepara,


Di era digital saat ini, media sosial telah menjadi ruang publik yang luas bagi setiap orang untuk mengekspresikan pendapat, berbagi informasi, maupun menyalurkan aspirasi. Namun, kebebasan tersebut juga menuntut tanggung jawab besar agar tidak berujung pada masalah hukum, terutama terkait pencemaran nama baik dan penghinaan.


Banyak kasus yang muncul akibat postingan asal-asalan di media sosial. Padahal, seseorang yang memposting tulisan di akun pribadi bukanlah jurnalis resmi yang bekerja di perusahaan media. Artinya, ia tidak memiliki perlindungan sebagaimana produk jurnalistik yang diatur dalam Undang-Undang Pers.



Hati-hati dalam Menulis dan Memposting


Contoh sederhana adalah ketika seseorang menulis status atau mengunggah konten yang dapat dianggap sebagai penghinaan terhadap pribadi, lembaga, atau organisasi. Jika tanpa dasar yang kuat, postingan itu bisa menjerat si pembuat status ke ranah hukum.


Kecuali, jika tulisan maupun foto yang diunggah memang benar-benar berdasarkan bukti nyata, maka penyampaiannya harus tetap hati-hati dengan menambahkan kata “diduga”.



Apa arti “diduga”?


Kata diduga dalam konteks jurnalistik maupun hukum adalah istilah yang menunjukkan suatu peristiwa belum tentu benar dan masih dalam ranah praduga. Dengan kata lain, penulis hanya menyampaikan informasi awal, bukan menuduh langsung.



Penjelasan penggunaan “diduga”


Penggunaan kata diduga berfungsi untuk:

1. Menjaga agar tulisan tidak bersifat menghakimi.


2. Memberikan ruang klarifikasi kepada pihak yang disebut.


3. Menunjukkan sikap kehati-hatian penulis dalam menyampaikan informasi.




Cara Aman Memposting Informasi


Agar terhindar dari jerat hukum, ada beberapa langkah bijak yang bisa dilakukan sebelum menulis atau membagikan sesuatu di media sosial:

1. Pastikan informasi berasal dari sumber terpercaya.

2. Jika berupa foto atau video, sebaiknya dicantumkan keterangan waktu dan tempat.

3. Hindari menulis kalimat yang bersifat menghakimi. Gunakan istilah “diduga”, “informasi sementara”, atau “perlu klarifikasi lebih lanjut”.

4. Pisahkan opini pribadi dari fakta dan jangan menyebarkan konten hanya berdasarkan katanya.



Suara Warga Jepara

Seorang warga Jepara, Ahmad Fikri, menuturkan bahwa masyarakat harus lebih cerdas dalam menggunakan media sosial.


“Postingan itu seperti pisau bermata dua. Kalau kita asal menulis, bisa melukai orang lain dan diri kita sendiri. Jadi lebih baik saring dulu sebelum sharing,” katanya.



Sementara itu, Nur Aini, warga lain yang paham tentang etika digital, menambahkan, “Kalau mau menulis sesuatu yang sensitif, gunakan kata ‘diduga’. Jangan sampai tulisan kita dianggap menuduh. Ingat, media sosial bukan tempat bebas tanpa aturan, " jelasnya.




UU ITE dan Ancaman Hukumnya


Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), siapa pun yang dengan sengaja menyebarkan informasi yang bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik dapat dipidana.


Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyebutkan, pelaku dapat dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.


Dengan demikian, setiap pengguna media sosial wajib lebih bijak dan berhati-hati. Kebebasan berekspresi tetap dijamin, namun bukan berarti tanpa batas.


Kesimpulannya, media sosial seharusnya menjadi ruang untuk berbagi kebaikan, bukan sarana menebar kebencian atau fitnah. Dengan memahami aturan dan etika digital, masyarakat bisa lebih aman dan terhindar dari masalah hukum.


***
×
Berita Terbaru Update