Notification

×

Iklan

Iklan

Hidup Terlalu Lama Melajang: Antara Rasa Sepi dan Kesempatan Mengenal Diri

Rabu, 17 September 2025 | 08.22 WIB Last Updated 2025-09-17T01:24:12Z

Foto, (ilustrasi) Allysa Yeo.

Queensha.id - Singapura,


Tidak semua orang mendambakan hidup sendiri, terlebih ketika usia semakin bertambah. Bagi sebagian orang, masa melajang terlalu lama kerap menghadirkan rasa sepi, keraguan diri, hingga tekanan sosial. Namun, para pakar psikologi menilai, masa ini justru bisa menjadi kesempatan emas untuk memahami diri lebih dalam.



Kisah Alyssa Yeo


Alyssa Yeo, seorang manajer pengembang bisnis berusia 36 tahun, hampir sepanjang hidup dewasanya menjalani status lajang. Meski pernah memiliki satu hubungan serius di usia 20-an, sisanya ia habiskan dengan mencoba berbagai cara: aplikasi kencan, perjodohan dari teman, hingga kencan buta. Namun, sampai hari ini, ia tetap melajang.


Meski mandiri, sukses, dan sering mendapat komentar positif dari teman-temannya, Yeo tidak menampik bahwa ada momen-momen sepi yang membuat hatinya pilu. “Bukan aku tak tahan hidup sendirian, tapi terkadang rasanya sepi dan sedih,” ungkapnya. Ia mengaku kerap merasa tertinggal dibanding teman sebaya yang sudah menikah atau memiliki anak.



Mengapa Hidup Single Bisa Menimbulkan Emosi Negatif?


Konsultan psikolog klinis Roy Chan menilai, tekanan terbesar datang dari kegelisahan tidak ingin terus melajang, terutama ketika upaya mencari pasangan kerap gagal. Rasa cemas itu diperparah dengan target usia yang dipatok untuk segera menikah.


Menurut Chan, rendahnya kepercayaan diri dapat muncul ketika seseorang membandingkan diri dengan orang lain. Bahkan, ada yang sampai merasa tidak pantas dicintai. Tekanan sosial baik dari keluarga maupun budaya yang sering memperkuat perasaan tersebut.


Sementara itu, James Chong, direktur pusat konseling The Lion Mind, menyoroti peran media sosial yang kerap memperbesar rasa minder. Foto-foto pasangan yang mesra, menurutnya, tidak selalu mencerminkan realitas, namun tetap membuat banyak orang merasa tertinggal.



Pandangan Psikologi: Dari Maslow hingga Carl Jung


Psikoterapis Jeannette Qhek menilai, hidup melajang seharusnya dipandang sebagai fase pertumbuhan. Ia mengaitkannya dengan teori Hirarki Kebutuhan Maslow, di mana kebutuhan aktualisasi diri sering lebih mudah dicapai saat seseorang hidup sendiri. “Ketika sendiri, kita bisa mendengar diri kita lebih jelas,” jelas Qhek.


Selain itu, teori keterikatan (attachment theory) mengajarkan bahwa hubungan paling penting yang perlu dibangun adalah dengan diri sendiri. Sementara konsep individuasi dari Carl Jung menekankan pentingnya mengenal jati diri seutuhnya tanpa harus bergantung pada pasangan untuk melengkapi hidup.



Cara Berdamai dengan Kesendirian


Para konselor menyarankan untuk memulai dari langkah kecil, seperti makan malam sendiri di luar, menonton film sendirian, atau traveling solo. Dengan begitu, seseorang bisa belajar menikmati kebersamaan dengan dirinya sendiri.


Selain itu, penting untuk memperluas sumber kedekatan emosional di luar percintaan. “Sahabat sejati, komunitas, atau keluarga juga bisa menjadi tempat untuk merasa diperhatikan dan didukung,” kata Qhek.


Chan menambahkan, masa melajang sebaiknya dimanfaatkan untuk mengenali diri: apa yang diinginkan, karakter apa yang dicari dalam pasangan, hingga membangun fondasi kepercayaan diri. Dengan begitu, ketika pasangan yang tepat hadir, hubungan bisa lebih kuat dan bertahan lama.


Jadi, melajang terlalu lama memang bisa memunculkan rasa sepi dan kegelisahan. Namun, jika dipandang secara positif, masa ini justru menjadi kesempatan penting untuk bertumbuh, menemukan jati diri, dan membangun rasa aman dalam diri sendiri. Seperti yang dikatakan filsuf Jean-Paul Sartre, “Kalau kamu merasa kesepian saat sendirian, mungkin kamu belum berdamai dengan diri sendiri.”


***

×
Berita Terbaru Update