Notification

×

Iklan

Iklan

Patriotisme Konstitusional: Menyatukan Sipil dan Militer untuk Demokrasi Inklusif

Kamis, 25 September 2025 | 15.19 WIB Last Updated 2025-09-25T08:32:27Z

Foto, ilustrasi. Jiwa patriotisme dan Konstitusional.

Queensha.id - Jakarta,


Ketidakpastian global yang melanda banyak negara menuntut konsolidasi nasional secara lebih mendasar. Dari Asia hingga Eropa, gejolak politik dan ekonomi terus menjadi sorotan. Indonesia, Malaysia, Nepal hingga Timor Leste pun tak lepas dari dinamika sosial, politik, dan ekonomi.


Di Indonesia, gelombang kekecewaan publik pada Agustus lalu dipicu gaya hidup elit politik yang dinilai kontras dengan perjuangan rakyat di tengah himpitan ekonomi. Situasi itu mendorong lahirnya aksi protes jalanan dengan tuntutan “17+8 TR”, yang secara garis besar mengusung agenda supremasi sipil sekaligus kritik terhadap dominasi peran militer dalam ruang pembangunan.


Di tengah polemik tersebut, Abi Rekso, aktivis politik sekaligus Sekretaris Eksekutif Said Aqil Sirodj Institute, melontarkan gagasan alternatif: Patriotisme Konstitusional. Konsep ini disebutnya sebagai cara memperjuangkan supremasi sipil tanpa menafikan peran militer, melainkan dengan melibatkan mereka secara proporsional dalam pembangunan demokrasi.


“Patriot Konstitusional bukan membuka jalan kembalinya militerisme ala Orde Baru. Justru ini unifikasi setiap golongan di Indonesia, bekerja bersama atas dasar konstitusi, demi rakyat dan cinta tanah air,” tegas Abi Rekso dalam keterangan kepada media, Minggu (21/9/2025).


Abi menilai tren dunia saat ini mengarah pada proteksionisme, bahkan di Amerika dan Eropa. Indonesia, katanya, sudah seharusnya ikut menyesuaikan diri dengan memperkuat stabilitas politik dan ekonomi.


“Demokrasi hanya bisa berjalan dalam kondisi damai. Kita membutuhkan stabilitas. Karena itu, sudah saatnya melibatkan teman-teman militer secara kontributif dan proporsional dalam pembangunan demokrasi sosial Indonesia. Saya menyebutnya Kontributif Militer Proporsional. Mari kita tinggalkan dikotomi sipil-militer,” ujarnya.


Meski memahami masih ada jarak ideologis antara kelompok aktivis HAM dengan organisasi militer, Abi percaya hal itu dapat diunifikasi demi kepentingan yang lebih besar: kesejahteraan rakyat. Ia menekankan bahwa hal paling mendasar yang harus diberikan pemerintah kepada rakyat adalah makan, pekerjaan, pendidikan, kesehatan, dan perumahan—prasyarat bagi ekonomi berkeadilan.


Lebih jauh, ia mengaitkan gagasan ini dengan semangat awal kemerdekaan Indonesia. Pada masa itu, kaum bersenjata dan kaum pemikir bersatu untuk mewujudkan cita-cita bangsa.


“Patriot Konstitusional harus dipromosikan sebagai alternatif pembangunan demokrasi yang inklusif. Dengan tagar #RisetIndonesia, mari kita kembalikan semangat pengelolaan negara seperti awal kemerdekaan. Bersatunya sipil dan militer adalah jalan konstitusional. Terpilihnya Presiden Prabowo adalah momentum final untuk bersatu dan memperjuangkan kemajuan negara serta kemakmuran rakyat,” pungkas Abi Rekso.


***

×
Berita Terbaru Update