Notification

×

Iklan

Iklan

Refleksi Keberlangsungan Hidup: Menjalani Hukum Tuhan di Tengah Kesombongan Manusia

Sabtu, 06 September 2025 | 08.26 WIB Last Updated 2025-09-06T01:27:00Z
Foto, ilustrasi. Manusia sombong.


Queensha.id - Jakarta,


Keberlangsungan hidup manusia dan makhluk lainnya di alam semesta tidak pernah terlepas dari hukum Tuhan. Sejak penciptaan langit dan bumi, hingga pergantian siang dan malam, semua berjalan dalam keteraturan yang menjadi tanda bagi orang-orang berakal, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah [2]: 164.


Kesadaran ini menegaskan bahwa hidup dan mati setiap makhluk berada sepenuhnya dalam kuasa Sang Pencipta. Firman Allah dalam QS. Ali ‘Imran [3]: 185 menyatakan, “Setiap jiwa pasti merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamatlah diberikan balasan sepenuhnya.” Artinya, manusia hanya menjalani perjalanan hidup, sementara kuasa penuh atas balasan dan hukuman ada pada Tuhan.




Manusia dan Kesombongan Kekuasaan


Namun dalam perjalanan sejarah, manusia kerap terjebak dalam kesombongan. Merasa kuat karena organisasi, negara, atau politik, sebagian manusia berani mengambil alih hak Tuhan dalam memberi hukuman.


Kitab Suci mengingatkan bahayanya. Dalam Amsal 16:18 tertulis, “Kesombongan mendahului kehancuran, dan keangkuhan mendahului kejatuhan.” Kesombongan inilah yang sering melahirkan pemimpin otoriter, praktik diskriminasi, ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia, hingga genosida.


Firman Allah dalam QS. Al-Maidah [5]: 32 memperingatkan: “Barangsiapa membunuh seorang manusia bukan karena ia membunuh orang lain, maka seakan-akan ia membunuh seluruh umat manusia.”




Konsekuensi Melupakan Hukum Tuhan


Sejarah membuktikan, setiap bangsa atau pemimpin yang melupakan prinsip ketuhanan dan kemanusiaan, tak pernah luput dari konsekuensi. Hukum alam bekerja sebagai instrumen keadilan Tuhan, memastikan bahwa kesewenang-wenangan tidak berlangsung selamanya.


Injil pun menegaskan dalam Lukas 12:48, “Siapa yang diberi banyak, dari padanya akan dituntut banyak; dan siapa yang dipercayakan banyak, dari padanya akan diminta pertanggungjawaban banyak.” Artinya, manusia dengan amanah besar baik dalam kepemimpinan maupun kekayaan akan dimintai pertanggungjawaban lebih besar pula.




Seruan untuk Rendah Hati dan Adil


Refleksi ini menjadi pengingat penting: manusia harus senantiasa rendah hati, tunduk pada hukum Tuhan, dan menjunjung tinggi martabat setiap makhluk ciptaan-Nya. Etika, moralitas, serta rasa keadilan adalah pilar keberlangsungan hidup yang harus dijaga.


Penyalahgunaan kekuasaan hanya akan membawa kehancuran, sementara sikap adil, bijak, dan penuh tanggung jawab akan menuntun manusia menuju keberlangsungan hidup yang seimbang dengan alam semesta.

***
Penulis: Rantastia Nur Alangan CEO UIPM Indonesia.