Notification

×

Iklan

Iklan

Fiqih Pertemanan Lawan Jenis: Antara Modernitas dan Batas Syariat

Minggu, 19 Oktober 2025 | 13.34 WIB Last Updated 2025-10-19T06:36:04Z

Foto, ilustrasi. Seorang perempuan berteman dengan seorang laki-laki. (Batas pertemanan dan syariat Islam)

Queensha.id - Edukasi Sosial,


Di era digital seperti sekarang, batas antara pertemanan dan kedekatan sering kali menjadi kabur. Media sosial, ruang kerja profesional, hingga komunitas hobi, mempertemukan laki-laki dan perempuan dalam interaksi yang hampir tanpa sekat. Namun, dalam pandangan Islam, pertemanan antara lawan jenis bukanlah hal yang dilarang asalkan selama tetap berada dalam koridor adab dan syariat.


Islam tidak menutup ruang interaksi antara laki-laki dan perempuan. Namun, agama mengajarkan agar hubungan sosial tersebut dibingkai dengan niat baik, etika, dan batas yang jelas. Bukan untuk mengekang, melainkan untuk menjaga hati, kehormatan, dan martabat.



Bersahabat Boleh, Tapi Jangan Lupa Batas


Dalam fiqih muamalah, interaksi antara pria dan wanita dibolehkan untuk urusan sosial, pendidikan, dakwah, atau pekerjaan, asalkan tidak mengandung unsur khalwat (berdua-duaan tanpa mahram), ikhtilat (bercampur bebas tanpa keperluan), serta fitnah hati yang dapat menimbulkan dosa.


Ustaz Abdul Somad (UAS) pernah menegaskan bahwa pertemanan lawan jenis perlu dilandasi dengan niat yang jelas dan cara yang terhormat.


“Boleh berkomunikasi, boleh bekerja sama, tapi jangan sampai melanggar adab. Mulailah dengan niat baik dan akhiri dengan menjaga jarak hati,” ujar UAS dalam salah satu ceramahnya.


Hal senada juga diungkapkan KH. Bahauddin Nursalim (Gus Baha). Menurutnya, Islam tidak mengharamkan interaksi sosial, namun yang perlu diwaspadai adalah “ruang kosong dalam hati” yang bisa membuka celah dosa.


“Kalau sudah saling nyaman tapi tanpa ikatan halal, itu bukan ukhuwah lagi, tapi jebakan hati. Maka, jaga niat sejak awal,” tutur Gus Baha dalam pengajian tafsirnya di Rembang.



Media Sosial dan Tantangan Zaman


Di dunia digital, pertemanan lintas gender sering dimulai dari percakapan ringan. Namun, tanpa disadari, komunikasi yang terlalu intens bisa menimbulkan kedekatan emosional di luar batas.
Islam mengajarkan prinsip ghaddul bashar yang merupakan menundukkan pandangan dan menjaga hati dari hal-hal yang menggoda iman.

Menurut Prof. Quraish Shihab, menjaga batas bukan berarti menolak pertemanan, tetapi menjaga agar pertemanan tidak bergeser menjadi kedekatan yang tidak halal.


“Islam tidak melarang laki-laki dan perempuan bekerja sama atau berteman, tetapi setiap hubungan harus memiliki etika. Yang dilarang bukan interaksi, melainkan niat dan perbuatan yang melampaui batas,” tulisnya dalam tafsir Al-Mishbah.



Pandangan Islam: Menjaga Hati, Menjaga Martabat


Rasulullah SAW bersabda:


“Tidaklah seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan kecuali yang ketiganya adalah setan.”
(HR. Tirmidzi)


Hadis ini bukan untuk menakut-nakuti, melainkan mengingatkan bahwa fitnah hati sangat halus. Maka, Islam menganjurkan agar interaksi dilakukan di tempat terbuka, dengan tujuan yang jelas, dan tidak disertai candaan berlebihan yang bisa menggoda perasaan.


Ulama kontemporer seperti Buya Yahya menekankan pentingnya “niat yang lurus” dalam setiap hubungan.


“Kalau niatnya menolong, dakwah, atau kerja, maka niatkan karena Allah. Tapi kalau sudah muncul rasa yang bukan karena Allah, maka hati-hatilah. Karena cinta bisa hadir tanpa izin,” ujarnya dalam pengajian Al-Bahjah.



Bukan Melarang, Tapi Melindungi


Fiqih pertemanan lawan jenis mengajarkan bahwa menjaga batas bukan berarti membatasi diri. Justru dengan memahami adab, seseorang belajar menempatkan cinta dan persahabatan di posisi yang mulia dan bukan jebakan dosa.

“Menjaga batas bukan tanda kaku, tapi bukti kemuliaan. Karena hati yang dijaga dengan iman akan berbuah cinta yang halal dan penuh berkah.”


***