Notification

×

Iklan

Iklan

Hindari Suami Seperti Ini: Perspektif Islam dan Nasihat Ulama Indonesia

Senin, 06 Oktober 2025 | 22.35 WIB Last Updated 2025-10-06T15:36:24Z

Foto, ilustrasi. Percekcokan antara suami dan istri dalam rumah tangga.

Queensha.id - Edukasi Sosial,


Dalam kehidupan berumah tangga, tak sedikit pasangan yang mengalami ketidakadilan atau ketidakseimbangan. Banyak wanita merasakan bahwa pasangan mereka memiliki sifat-sifat yang membuat hubungan menjadi berat: selalu ingin dilayani tapi tak mau memberi timbal balik, pelit, tak mampu memprioritaskan, harga diri yang berlebihan, terlalu asyik dengan dunianya sendiri, atau malah tidak bisa menjadi sosok pemimpin yang memberi teladan baik.


Pertanyaannya: Sejauh mana sifat-sifat tersebut diakui sebagai permasalahan dalam Islam? Dan apa pandangan ulama Indonesia mengenai suami yang ideal? Berikut ulasan berdasarkan studi Islam kontemporer dan fatwa/fikir para ulama di Nusantara.



Sifat-sifat yang “Harus Dihindari” menurut Islam


Sebelum melihat solusi, penting mengaitkan sifat-sifat tersebut dengan ajaran Islam:


  1. Ingin dilayani seperti raja tapi tak mau memperlakukan pasangan dengan adil
    Dalam Islam, suami wajib memberikan hak istri: nafkah lahir dan batin, kasih sayang, perhatian. Jika hanya meminta dilayani namun tidak memberikan perhatian, Islam melihat ini sebagai pelanggaran terhadap hak-hak istri.

  2. Pelit dan perhitungan, tapi menyalahkan saat pengeluaran
    Hak dan kewajiban finansial antara suami istri diatur dalam hukum Islam. Suami dituntut untuk menafkahi istri sesuai kemampuannya. Istri pun memiliki hak untuk mendapatkan nafkah bahkan jika ia bekerja.

  3. Tidak bisa memprioritaskan: waktu, perhatian, perasaan
    Islam menekankan bahwa suami harus menjadi sumber ketenangan dan kasih sayang (rachmatan lil ’alamin), bukan sumber stres atau ketidakadilan dalam emosi. Jika suami mengabaikan perasaan istri, hal ini bisa merusak keharmonisan. Ini bukan hanya masalah psikologis, tetapi juga dianggap tidak sesuai dengan tugas moral seorang suami.

  4. Harga diri selangit: ingin dihormati tapi tidak pernah menghargai
    Islam mengajarkan bahwa hormat harus dibarengi dengan penghargaan. Ada banyak nasihat nabi dan para sahabat agar saling menghormati pasangan. Jika suatu pihak menuntut penghormatan tanpa memberi penghargaan terlebih dahulu, maka prinsip adil dan kasih sayang tidak tercapai.

  5. Terlalu asyik dengan dunianya sendiri, lupa pasangan
    Islam memerintahkan suami istri untuk saling melengkapi, saling menjaga. Ketika salah satu pihak mengabaikan pasangan karena terlalu fokus ke dunia/material atau pekerjaan tanpa keseimbangan, rumah tangga bisa goyah.

  6. Tidak bisa menjadi sosok pemimpin yang baik
    Dalam konteks Islam, kepemimpinan dalam rumah tangga bukan berarti otoritarian, melainkan tanggung jawab: memberi teladan, membimbing dengan kasih sayang, menyelesaikan masalah dengan adil, mendengarkan, tidak mendzalimi.




Pandangan Ulama Indonesia


Ulama Nusantara (termasuk tokoh dari NU, Muhammadiyah, pesantren-pesantren independen, serta akademisi Islam) menyampaikan beberapa pandangan yang relevan:

  • Adab memilih pasangan hidup
    Islam Indonesia menekankan pentingnya ta’aruf (proses saling mengenal sebelum menikah) agar bisa melihat karakter, akhlak, kepribadian calon pasangan. Seorang calon suami ideal, menurut para ulama di kajian “Adab Ta’aruf dan Kriteria Memilih Pasangan,” adalah yang baik agamanya, akhlaknya, penyayang, sabar, serta mempunyai tanggung jawab moral dan material.

  • Hak dan kewajiban suami istri dalam Islam
    Kajian hukum keluarga Islam di Indonesia menyebut bahwa suami mempunyai kewajiban memberi nafkah (termasuk tempat tinggal, pakaian, pemenuhan kebutuhan dasar) dan istri mempunyai hak atas perlindungan, penghormatan, dan kasih sayang. Kewajiban bukan satu arah; istri juga memiliki tugas dan hak yang dihormati.

  • Pemimpin rumah tangga yang adil
    Para ulama menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam rumah tangga bukanlah dominasi semata, melainkan memelihara, melindungi, menuntun dalam kebaikan, dan menjadi contoh dalam ucapan dan tindakan. Kepemimpinan yang hanya menuntut dihormati tapi tidak hormat, atau yang meninggalkan tanggung jawab moral, dianggap menyimpang dari sunnah.

  • Keadilan, kasih sayang, dan keseimbangan
    Prinsip keadilan dalam hubungan suami istri sangat ditekankan. Islam tidak membenarkan kekerasan, penelantaran, atau sikap yang merendahkan pasangan. Ulama juga menyerukan bahwa kasih sayang dan komunikasi adalah pusat keharmonisan. Kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah rahmah  itu merupakan tiga kata yang sering disebut sebagai tujuan nikah dalam Islam Indonesia.



Solusi: Bagaimana Menangani atau Menghindari Suami dengan Sifat-sifat Tersebut


Berbekal landasan ajaran islam dan nasihat ulama, berikut solusi atau langkah konkret:


  1. Kenali sejak awal melalui ta’aruf
    Sebelum menikah, lakukan proses saling mengenal (ta’aruf) dengan terbuka: bagaimana dia mengatur uang, bagaimana sikapnya terhadap keluarga, bagaimana prioritasnya terhadap pasangan. Jangan hanya terpikat rupa, status, atau kemapanan tanpa cek karakter.

  2. Keterbukaan dan komunikasi
    Setelah menikah, sangat penting membangun komunikasi yang jujur. Jika ada sifat yang menyakitkan (pelit, tidak perhatian dll), sampaikan dengan baik. Islam menghargai penyampaian yang baik dan menghindari menyalahkan secara destruktif.

  3. Menanamkan nilai kasih sayang dan empati
    Suami dan istri dianjurkan saling memperhatikan perasaan masing-masing; belajar mendengarkan. Suami harus belajar empati: memahami beban istri, menghargai perasaannya. Istri juga diajarkan kesabaran, tetapi bukan toleransi terhadap ketidakadilan terus menerus.

  4. Kewajiban suami sebagai pemimpin rumah tangga
    Suami wajib menjadi contoh baik: dalam ucapan, tindakan, memperlakukan istri dengan hormat, adil, dan penuh kasih. Bila suami lalai, istri bisa mengingatkannya, bisa mencari nasehat ulama, konseling rumah tangga, atau mediasi jika diperlukan.

  5. Istri pun berperan aktif
    Bukan berarti istri harus pasif. Islam memberikan ruang bagi istri untuk meminta haknya, mendiskusikan kebutuhan emosional dan material, menyampaikan harapan. Jika suami tidak mau berubah, istri dibolehkan mencari solusi legal maupun agama, termasuk mediasi keluarga, nasihat dari tokoh agama, bahkan konsultasi psikologi jika situasi sudah berdampak berat.

  6. Konsultasi dengan ulama atau orang yang bijak
    Bila situasi terasa tidak sehat atau berulang, konsultasi dengan guru agama, tokoh masyarakat, atau lembaga terkait dapat membantu memberi perspektif dan solusi yang sesuai syariat.

  7. Evaluasi kembali keputusan hidup berumah tangga jika terus-menerus ada ketidakadilan
    Jika semua upaya telah dilakukan tetapi sifat-sifat buruk terus berlanjut dan merusak kesehatan mental, fisik, dan spiritual istri, Islam mengizinkan upaya lebih lanjut: perpisahan secara sah jika memang sudah tak ada jalan damai. Namun, ini adalah opsi terakhir setelah berusaha maksimal.



Jadi, agama Islam sangat menolak ketidakadilan dalam relasi suami-istri. Sifat-sifat seperti yang disebut di awal yang pelit, egois, mengabaikan pasangan, tidak hormat — semua bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Ulama Indonesia banyak menekankan pentingnya karakter, akhlak, keadilan, kasih sayang, dan komunikasi dalam memilih dan menjalani rumah tangga.


Sebagai wanita (atau siapapun yang membaca), penting mengetahui apa hak Anda, apa kewajiban pasangan dan suami menurut Islam, serta tidak takut meminta keadilan dalam rumah tangga. Dan sebagai calon suami/ pasangan, penting introspeksi diri, memperbaiki akhlak, menjadi pemimpin yang memberi teladan bukan yang menyalahkan atau dominan semata.


***


×
Berita Terbaru Update