Foto, pernikahan dengan menunjukkan cincin kawin emas. |
Queensha.id - Edukasi Islam,
Fenomena nikah siri masih marak terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Meski tak diakui oleh negara, praktik pernikahan ini tetap dilakukan dengan alasan beragam, mulai dari pertimbangan agama, ekonomi, hingga faktor sosial dan pribadi.
Secara bahasa, istilah nikah siri berasal dari kata Arab “as-sirr” yang berarti “rahasia” atau “disembunyikan”. Mengutip buku Manajemen Pernikahan Syariah karya Hamdan Firmansyah, nikah siri dimaknai sebagai pernikahan yang tidak diumumkan kepada publik dan hanya diketahui oleh pihak-pihak terbatas: suami, istri, wali, dan dua orang saksi.
Namun dalam praktiknya, batasan ini sering menimbulkan polemik. Sebab, tidak sedikit masyarakat yang menyalahartikan nikah siri sebagai pernikahan “sembunyi-sembunyi” tanpa prosedur hukum agama yang benar, padahal dalam Islam syarat sahnya pernikahan tetap harus dipenuhi.
Pandangan Islam tentang Nikah Siri
Menurut penjelasan Fiqh As-Sunnah karya Sayyid Sabiq, mayoritas ulama sepakat bahwa pernikahan yang sah secara Islam harus dilakukan secara terang-terangan dan disaksikan oleh saksi yang adil.
Rasulullah SAW bersabda:
“Pelacur adalah perempuan-perempuan yang menikahkan diri mereka sendiri tanpa ada saksi.” (HR. Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Aisyah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda:
“Pernikahan dinyatakan tidak sah kecuali jika ada walinya dan dua orang saksi yang adil.”
Dengan demikian, meskipun nikah siri tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA), pernikahan tetap dianggap sah secara agama apabila memenuhi rukun dan syarat nikah, termasuk adanya wali dan saksi.
Namun, hukum positif di Indonesia mengatur bahwa setiap pernikahan harus dicatatkan secara resmi sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tanpa pencatatan, negara tidak memiliki dasar hukum untuk melindungi hak-hak pasangan, terutama pihak perempuan dan anak.
Syarat-syarat Nikah Siri
Dalam buku Panduan Lengkap Muamalah karya Muhammad Al Baqur, dijelaskan beberapa syarat bagi laki-laki dan perempuan yang hendak melakukan nikah siri:
1. Syarat bagi Laki-laki:
- Beragama Islam
- Identitas jelas
- Tidak memiliki hubungan mahram dengan calon istri
- Mampu bertanggung jawab dan menafkahi
- Tidak sedang dalam ibadah haji atau umrah
- Belum memiliki empat istri
2. Syarat bagi Perempuan:
- Beragama Islam
- Identitas jelas
- Tidak menjadi istri orang lain atau dalam masa iddah
- Tidak dalam keadaan ihram (haji atau umrah)
- Mendapat izin dari wali yang sah
Antara Hukum Agama dan Perlindungan Negara
Dari sisi fikih, nikah siri memang tidak dilarang selama syarat dan rukunnya terpenuhi. Tetapi dari sisi hukum negara, nikah siri memiliki risiko besar, terutama dalam hal administrasi, hak waris, pengakuan anak, hingga perlindungan hukum terhadap istri.
Kasus-kasus yang mencuat ke publik menunjukkan bahwa perempuan sering menjadi pihak yang paling dirugikan dalam pernikahan siri dan terutama jika terjadi perceraian atau penelantaran.
Karena itu, para ahli hukum dan tokoh agama menekankan pentingnya mencatatkan pernikahan secara resmi, agar tidak hanya sah di mata Allah, tetapi juga terlindungi oleh negara.
Nikah siri pada akhirnya menjadi dilema antara keyakinan pribadi dan tanggung jawab hukum. Di tengah kompleksitas sosial yang terus berkembang, penting bagi setiap pasangan untuk memahami bukan hanya cara menikah, tetapi juga konsekuensi hukum dan moral dari setiap pilihan yang diambil.
***
Queensha Jepara, 11 Oktober 2025