Notification

×

Iklan

Iklan

Nikah Muhallil: Pernikahan Rekayasa yang Dikecam Syariat Islam

Selasa, 07 Oktober 2025 | 08.57 WIB Last Updated 2025-10-07T01:58:46Z

Foto, pernikahan.

Queensha.id - Jepara,


Dalam ajaran Islam, pernikahan bukan sekadar penyatuan dua insan, melainkan ibadah yang mengandung nilai spiritual dan tanggung jawab moral. Namun, tidak semua bentuk pernikahan dianggap sah atau diridai Allah SWT. Salah satu praktik yang secara tegas dilarang dalam Islam adalah nikah muhallil dalam bentuk pernikahan yang dianggap sebagai manipulasi terhadap hukum Allah.



Apa Itu Nikah Muhallil?


Dikutip dari buku Kitab Terlengkap Biografi Empat Imam Madzhab karya Rizem Aizid, nikah muhallil terjadi ketika seorang laki-laki menikahi wanita yang telah dicerai tiga kali oleh suaminya, semata-mata agar wanita tersebut bisa kembali menikah dengan suami pertamanya. Dalam hal ini, laki-laki yang menjadi perantara disebut muhallil.


Pernikahan tersebut biasanya dilakukan tanpa niat membangun rumah tangga yang sakinah, melainkan hanya untuk memenuhi syarat hukum agar wanita itu kembali halal bagi suami sebelumnya. Setelah akad dan hubungan suami istri terjadi, sang muhallil akan menceraikan wanita itu, sehingga suami pertama dapat menikahinya kembali.


Padahal, dalam pandangan Islam, tujuan seperti ini bertentangan dengan semangat pernikahan sebagai ibadah. Akad nikah seharusnya didasari oleh niat tulus, bukan rekayasa untuk menghalalkan sesuatu yang telah diharamkan Allah SWT.



Hukum Nikah Muhallil dalam Islam


Menurut Ensiklopedi Fikih Indonesia: Pernikahan karya Ahmad Sarwat, mayoritas ulama (jumhur ulama) sepakat bahwa praktik nikah muhallil hukumnya haram. Larangan ini bersandar pada sabda Rasulullah SAW yang dengan tegas melaknat para pelakunya.


Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah SAW bersabda:


“Allah SWT melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (HR Ahmad & Baihaqi)


Dalam riwayat lain dari Ibnu Mas’ud disebutkan:


“Rasulullah SAW melaknat orang yang menikahi dan dinikahi secara muhallil.” (HR Tirmidzi)


Laknat tersebut menunjukkan bahwa nikah muhallil bukan sekadar pelanggaran administratif atau kesalahan ringan dalam hukum Islam. Ia termasuk dosa besar yang merusak kemurnian niat dan makna ibadah dalam pernikahan.



Merusak Kesucian dan Nilai Ibadah Pernikahan


Masih menurut Ahmad Sarwat, nikah muhallil adalah praktik yang merusak kesucian pernikahan, sebab menjadikan akad suci sebagai sarana manipulasi untuk tujuan duniawi. Dalam Islam, pernikahan bertujuan menciptakan sakinah, mawaddah, wa rahmah untuk ketenangan, cinta, dan kasih sayang. Namun dalam nikah muhallil, semua nilai itu hilang karena akad dilakukan bukan untuk membangun rumah tangga, melainkan demi kepentingan sesaat.


Selain itu, praktik ini juga merendahkan martabat perempuan, karena menjadikannya objek dalam permainan hukum laki-laki yang ingin kembali kepada mantan istrinya. Hal tersebut bertentangan dengan prinsip Islam yang memuliakan perempuan sebagai pasangan sejajar dalam rumah tangga.



Jadi, pernikahan adalah ikatan suci yang disyariatkan untuk mendatangkan ketenangan, bukan alat rekayasa hukum atau nafsu. Nikah muhallil tidak hanya dilarang secara hukum syariat, tetapi juga dikutuk secara moral dan spiritual.


Islam menegaskan bahwa setiap pernikahan harus dibangun atas dasar keikhlasan, kasih sayang, dan tanggung jawab, bukan untuk mengakali ketentuan Allah SWT. Melalui larangan tegas terhadap nikah muhallil, syariat ingin menjaga agar pernikahan tetap menjadi ibadah yang murni, bermartabat, dan diridai oleh-Nya.


***

×
Berita Terbaru Update