Notification

×

Iklan

Iklan

UMP 2026 Masih Menggantung, Ratusan Buruh Jateng Kepung Kantor Gubernur: Ahmad Luthfi Dituding Cuek

Rabu, 24 Desember 2025 | 09.49 WIB Last Updated 2025-12-24T02:51:19Z
Foto, ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja di Jawa Tengah menggelar aksi demonstrasi di depan kantor Gubernur Jawa Tengah.


Queensha.id - Semarang,

Ratusan buruh dari berbagai serikat pekerja di Jawa Tengah kembali turun ke jalan. Mereka menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Semarang, Selasa (23/12/2025), menuntut penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), dan Upah Minimum Sektoral (UMSK) 2026 yang dinilai layak dan manusiawi.


Aksi yang digerakkan Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT), termasuk Federasi Serikat Pekerja Independen Perjuangan (FSPIP-KBBI), dimulai sejak pagi hari. Massa buruh melakukan long march dari Simpang Lima menuju kompleks Kantor Gubernur sambil membawa spanduk bernada protes, di antaranya bertuliskan “Gubernur Cuek, Buruh Menderita!” dan “UMP Murah, Hidup Buruh Semakin Susah!”.


Tak sekadar menuntut kenaikan upah, aksi ini juga menjadi panggung kritik keras terhadap kepemimpinan Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi. Buruh menilai orang nomor satu di Jateng itu gagal menunjukkan keberpihakan, bahkan dianggap abai terhadap jeritan pekerja menjelang penetapan upah yang dijadwalkan pada 24 Desember 2025.


Janji kampanye Ahmad Luthfi dengan slogan “Nduweni lan Ngopeni” (memiliki dan merawat) pun kembali disorot. Di mata buruh, slogan tersebut kini hanya menjadi retorika kosong.


Perwakilan buruh di Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah, Karmanto, menyampaikan kekecewaan mendalam. Ia menegaskan bahwa upah buruh di Jawa Tengah hingga kini masih jauh dari standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL).


“Upah di Jawa Tengah baru sekitar 70 persen dari KHL. Artinya pemerintah masih memiliki utang 30 persen kepada buruh. Kalau kondisi ini dibiarkan, buruh akan terus hidup dalam penderitaan,” tegas Karmanto, yang juga menjabat Ketua Umum KBBI.


Ia juga mengkritik penerapan formula Peraturan Pemerintah (PP) terbaru dengan rentang alfa 0,5–0,9 yang dinilai membatasi kenaikan upah. 


Menurutnya, simulasi kenaikan hanya berkisar ratusan ribu rupiah dan tidak mampu mengejar ketertinggalan upah Jawa Tengah dibandingkan provinsi lain.


Kritik buruh bukan tanpa dasar. Sejak awal Desember, proses penetapan upah di berbagai kabupaten/kota di Jawa Tengah mengalami kebuntuan. Dewan pengupahan kesulitan mencapai kesepakatan karena formula baru dianggap lebih menguntungkan pengusaha dan mengorbankan kesejahteraan pekerja.


Di tengah kebuntuan itu, pernyataan Gubernur Ahmad Luthfi justru memicu kemarahan. Ia menyebut bahwa kenaikan UMK bukan menjadi urusan langsung gubernur, melainkan kewenangan dewan pengupahan. Bahkan saat ditanya soal deadlock, Luthfi merespons singkat, “Tidak apa,” yang dinilai buruh sebagai bentuk lepas tangan.



Sikap tersebut dianggap mencerminkan ketidakpekaan terhadap nasib jutaan buruh yang menggantungkan hidup pada upah minimum, terlebih di tengah tekanan inflasi dan melonjaknya harga kebutuhan pokok.


Buruh Jawa Tengah menuntut kenaikan upah minimal 10,5 persen untuk 2026, jauh di atas simulasi kenaikan 4–7 persen yang beredar. Mereka juga menyayangkan absennya Gubernur Luthfi dalam dialog langsung, meski permohonan audiensi telah diajukan.


“Ini bukan pertama kali. Pada aksi 8 Desember lalu, pagar kantor gubernur sampai roboh karena akumulasi kekecewaan. Tapi gubernur tetap diam, seolah jeritan kami tak pernah terdengar,” kata Karmanto.


Aksi serupa juga terjadi di sejumlah daerah lain seperti Pati dan Brebes, di mana buruh setempat menuntut UMK yang lebih adil. Namun respons pemerintah daerah dinilai lamban dan normatif.


Latar belakang Ahmad Luthfi sebagai figur militer dan politik turut menjadi sorotan. Buruh menilai ia lebih sibuk dengan agenda besar dan nasional, sementara persoalan kesejahteraan pekerja yang menjadi tulang punggung ekonomi Jawa Tengah sebagai provinsi industri justru terabaikan.


“Jika besok penetapan upah tetap rendah, kami siap melakukan aksi lanjutan. Ini bukan ancaman, tapi hak kami sebagai warga negara yang merasa dikhianati,” tegas Karmanto mewakili ABJAT.


Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Kantor Gubernur Jawa Tengah terkait tuntutan buruh. Penetapan upah 2026 yang akan diumumkan esok hari menjadi penentu: apakah pemerintah benar-benar hadir untuk ngopeni buruh, atau justru memantik gelombang perlawanan yang lebih besar.



***
Sumber: Teropong Istana.