Queensha.id - Jepara,
Di balik kesunyian Desa Suwawal, Kecamatan Mlonggo, Jepara, tersimpan kisah luar biasa dari seorang gadis remaja tunanetra bernama Kayla Putri Khonaah. Terlahir tanpa kemampuan melihat dunia, Kayla justru hadir sebagai cahaya yang menerangi banyak hati dengan tekad, prestasi, dan kecintaannya pada Al-Qur’an.
Gadis berusia 16 tahun ini saat ini duduk di bangku kelas 10 SMA-LB Negeri Jepara. Meski hidup dalam keterbatasan penglihatan sejak lahir, Kayla tak pernah menyerah. Ia bahkan menancapkan mimpi besar: menjadi hafizah Al-Qur’an 30 juz—impian yang terus ia perjuangkan dengan hati yang kuat dan suara yang lembut.
Kayla adalah anak kedua dari pasangan Rifan dan Wiatun. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan bakat menonjol dalam bidang seni dan agama. Sejumlah prestasi tingkat daerah dan provinsi telah ia torehkan, antara lain:
1. Juara 1 MTQ tingkat Capdin 2024
2. Juara 2 Cipta dan Baca Puisi 2021
3. Juara lomba menyanyi tingkat Capdin
4. Juara 1 Story Telling tingkat Provinsi
5. Juara Harapan tingkat Provinsi di Solo
Kayla juga pernah tampil di layar kaca TVRI Jawa Tengah, membawakan cerita dan suara dari mereka yang kerap terabaikan.
Namun, di balik deretan piala yang menghiasi rumahnya, perjuangan Kayla tidaklah mudah. Ia harus menghadapi keterbatasan alat belajar, terutama dalam menghafal Al-Qur’an. Mushaf braille masih sangat terbatas. Selama ini, Kayla harus bergantian meminjam dari perpustakaan atau sesama teman. Baru-baru ini, bantuan empat juz mushaf braille dari Dinas Sosial menjadi angin segar baginya.
"Semoga tahun depan saya bisa punya mushaf braille lengkap 30 juz,” harapnya dengan suara lirih namun penuh keyakinan.
Kayla juga sempat ditawari beasiswa selama tiga tahun untuk belajar di Solo. Namun, karena pertimbangan keluarga dan kondisi fisik, orang tuanya belum bisa mengizinkan. “Kayla itu titipan Allah. Kami ingin terus mendampingi perjuangannya dari dekat,” tutur sang ibu, Wiatun.
Kini, Kayla tengah bersiap mengikuti lomba MTQ tingkat SLB di Demak pada 17 Juni mendatang. Ia memohon doa agar dapat memberikan yang terbaik bagi sekolah dan desanya.
Lebih jauh, Kayla memiliki satu mimpi besar yang belum terwujud: mendirikan pondok pesantren khusus tuna netra di Jepara. Ia ingin anak-anak dengan kondisi serupa sepertinya memiliki tempat untuk belajar dan mendekatkan diri pada Al-Qur’an.
Kisah Kayla bukan hanya tentang keteguhan seorang tunanetra. Ini adalah kisah tentang cahaya yang bersinar dari kegelapan, tentang semangat yang melampaui keterbatasan, dan tentang cinta suci pada Kalam Ilahi.
Di tengah hiruk-pikuk dunia yang kadang melupakan nilai-nilai ruhani, sosok Kayla mengingatkan kita: bahwa kesempurnaan bukan soal fisik, tapi soal hati yang bersungguh-sungguh.
Dari gelap, Kayla justru menjadi penerang.
Dari sunyi, ia bersuara lantang dengan Al-Qur’an di dadanya.
Semoga langkah Kayla terus diberkahi, doanya diijabah, dan mimpinya menjadi hafizah benar-benar terwujud. Aamiin.
***
Sumber: AR.