Queensha.id - Jepara,
Di balik semangat digitalisasi dan kemudahan layanan publik melalui sistem Online Single Submission (OSS), bayang-bayang kerentanan justru menghantui dunia perizinan usaha di Kabupaten Jepara. Alih-alih memangkas birokrasi dan meningkatkan transparansi, pelaksanaan OSS di lapangan justru menyisakan banyak pekerjaan rumah: lemahnya koordinasi, minimnya pengawasan, dan absennya partisipasi masyarakat.
Situasi inilah yang mendorong sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bersama media lokal Jepara menggelar audiensi kritis dengan Pemerintah Kabupaten Jepara, Mei 2025 lalu. Forum ini menjadi panggung bagi suara-suara publik yang selama ini merasa dipinggirkan dari proses perizinan.
"Kami tidak anti investasi. Tapi semua harus transparan, adil, dan berbasis fakta. Jangan sampai sistem online justru dijadikan tameng untuk meloloskan usaha yang merugikan masyarakat,” tegas salah satu perwakilan LSM dalam pertemuan tersebut.
OSS Belum Sentuh Masalah Dasar
Para pegiat sipil ini membeberkan sejumlah persoalan krusial dalam pelaksanaan OSS di Jepara:
Koordinasi Antarinstansi Lemah. Verifikasi data antara DPMPTSP, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), hingga dinas teknis lainnya kerap tumpang tindih, bahkan tak menyentuh fakta lapangan.
Akses Informasi Tertutup. Publik sulit mengetahui status legalitas usaha di lingkungannya. Data OSS belum sepenuhnya terbuka untuk masyarakat.
Dinas Bekerja dalam Silo. Minim sinergi antar lembaga membuat pengawasan mandek. Tidak ada forum koordinasi rutin yang efektif.
Pengawasan Lapangan Nyaris Nihil. Izin bisa keluar tanpa survei fisik. Cukup input data secara online, lalu sistem meloloskan tanpa cek kebenaran.
Realitas tersebut menciptakan celah besar bagi praktik usaha ilegal dan ketimpangan perlakuan terhadap pelaku usaha.
Usulan Kunci: Tim Verifikasi Independen
Untuk mengatasi permasalahan itu, LSM dan media lokal mengajukan gagasan konkret: pembentukan Tim Verifikasi dan Pengawasan Terpadu. Tidak hanya terdiri dari ASN, tim ini diharapkan juga melibatkan unsur masyarakat, akademisi, dan jurnalis lokal.
Tim ini akan menjalankan beberapa fungsi strategis:
1. Verifikasi Lapangan. Memastikan bahwa usaha yang mengajukan izin memang sesuai dengan kenyataan di lokasi.
2. Validasi Dokumen. Menilai kecocokan antara berkas perizinan dengan fakta fisik.
3. Respons Aduan Cepat. Menindaklanjuti laporan warga dengan transparansi dan akuntabilitas.
4. Perbaikan Sistem OSS. Memberi masukan berkala untuk menyempurnakan sistem.
Jadi, langkah ini bukan tanpa dasar. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU Pemerintahan Daerah memberikan ruang luas bagi keterlibatan publik dalam pengawasan layanan publik.
Pemkab Jepara Menanggapi
Pemkab Jepara merespons positif usulan ini. Melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), pemerintah daerah menyatakan komitmen untuk membentuk Ruang Khusus Pelayanan Terpadu OSS – sebuah pusat layanan aduan, konsultasi, dan transparansi perizinan.
Namun, para pegiat sipil mengingatkan: “Ruang khusus tidak cukup jika tidak disertai mekanisme partisipatif. Warga bukan sekadar penerima dampak, tapi juga mitra dalam mengawal proses pembangunan.”
Landasan Hukum Keterlibatan Publik
Meski reformasi perizinan melalui UU Cipta Kerja menyederhanakan banyak aspek, partisipasi masyarakat tetap dilindungi oleh sejumlah regulasi:
UU No. 23 Tahun 2014 – memberikan kewenangan kepada daerah untuk melibatkan masyarakat dalam pengawasan.
UU No. 14 Tahun 2008 – menjamin hak atas informasi dan keterlibatan dalam kontrol sosial.
Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 – menegaskan pentingnya meaningful participation dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan.
Jepara Bisa Jadi Contoh Nasional
Jika usulan ini diadopsi, Jepara berpotensi menjadi daerah pionir yang mengedepankan model kolaboratif dalam tata kelola perizinan dan sesuatu yang jarang ditemui dalam praktik birokrasi daerah di Indonesia.
Rekomendasi
Untuk mewujudkan sistem perizinan yang transparan dan berkeadilan, berikut rekomendasi strategis dari LSM dan media:
1. Bentuk Tim Verifikasi OSS melalui SK Bupati dengan komposisi lintas unsur: ASN, LSM, media, akademisi, dan masyarakat.
2. Buka data OSS kepada publik secara berkala melalui kanal digital resmi.
3. Tindak lanjuti setiap aduan masyarakat dengan transparan dan cepat.
4. Libatkan publik dalam evaluasi sistem OSS, termasuk revisi kebijakan teknis.
Kesimpulannya
Partisipasi masyarakat bukan ancaman, tetapi jantung dari demokrasi. Usulan pembentukan Tim Verifikasi OSS adalah bentuk kontrol sosial yang sah dan konstitusional. Jika Pemkab Jepara berani mengambil langkah ini, maka bukan tidak mungkin kota ukir ini akan dikenal bukan hanya karena seni dan budayanya, tetapi juga karena keberanian dalam menegakkan transparansi dan keadilan di tengah kompleksitas birokrasi digital.
***
Sumber: Djoko TP.