Queensha.ud - Jepara,
Sejak kejadian 2 November 2024, harapan seorang warga Jepara, Nur Ihsan Fitriyono, seorang warga Desa Geneng, Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara, Nur Ihsan Fitriyono (36) untuk memulai usaha kuliner kecil-kecilan pupus sudah. Bukan karena pandemi atau resesi, tetapi karena penipuan bermodus pembayaran digital QRIS yang hingga kini belum juga menemui titik terang.
Laporan polisi dengan nomor STPLP/778/X/2024/Reskrim yang diajukan ke Polres Jepara pun terasa seperti kertas kosong. Sudah lebih dari enam bulan berlalu, namun pelaku yang menyedot Rp13 juta dari saldo ATM Nur Ihsan belum juga ditemukan.
Satu Kompor, Harga Semua Harapan
Modus kejahatan ini bermula dari transaksi sederhana: pembelian kompor melalui sistem pembayaran QRIS BRI. Namun alih-alih mendapatkan barang, saldo rekening Nur Ihsan justru dikuras habis.
“Itu uang tabungan saya, rencananya buat mulai usaha jualan makanan kecil-kecilan,” ujar Ihsan kepada LBJ, Senin (28/4/25), dengan suara parau menahan kecewa.
Sosok pria sederhana asal Geneng 10/2, Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara ini kini menggantungkan harapannya pada atensi publik. Ia meminta kasusnya diviralkan agar mendorong kepolisian segera melakukan pelacakan pelaku.
“Tolong saya, Pak. Saya cuma ingin uang saya kembali. Itu uang hasil susah payah,” kata Nur Ihsan.
Suara Anak untuk Ayahnya
Yang lebih memilukan, harapan itu kini juga dipikul anak Nur Ihsan, Aqila Putri Ramadani. Dalam secarik kertas, Aqila menulis pesan menyentuh:
“Itu uangnya untuk lahiran adikku, Pak Polisi.”
Tulisan tangan bocah itu menjadi simbol kepedihan keluarga yang merasa ditinggalkan oleh sistem hukum. Sebuah keluarga yang hanya meminta keadilan, bukan belas kasihan.
Panggung Digital, Kejahatan Baru
Kasus Nur Ihsan hanyalah satu dari banyak laporan yang menandai maraknya penipuan bermodus QRIS. Di tengah kampanye digitalisasi transaksi oleh pemerintah dan perbankan, masyarakat awam menjadi sasaran empuk pelaku kejahatan siber.
Ironisnya, di tengah gencarnya promosi kemudahan QRIS, mekanisme perlindungan terhadap korban penipuan masih tampak lemah.
Bukan Sekadar Uang yang Hilang
Hilangnya Rp13 juta bukan hanya soal angka. Itu adalah simbol pupusnya impian seorang ayah untuk membangun UMKM, menyambut kelahiran anak, dan memberi kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya.
Media lokal dan nasional telah mengangkat kasus ini. Namun, yang dibutuhkan Nur Ihsan bukan sekadar liputan. Ia ingin tindakan nyata. Pelaku yang ditangkap, uang yang kembali, dan kepercayaan kepada sistem hukum yang dipulihkan.
Masyarakat menanti, bukan hanya karena simpati pada Nur Ihsan, tetapi karena siapa pun bisa menjadi korban berikutnya. Dalam era serba digital, kecepatan dan ketegasan aparat menjadi harga mati dalam menjaga kepercayaan publik.
***
Sumber: LBJ.