Queensha.id - Jakarta,
Perang argumen antara intelektual dan praktisi kembali mencuat di ruang publik. Kali ini, pengacara kondang Hotman Paris Hutapea turun gelanggang membela Dedi Mulyadi, Gubernur Jawa Barat, yang tengah menjadi sorotan usai disebut “dangkal” oleh pengamat politik Rocky Gerung.
Pemicunya adalah program barak militer yang digagas Dedi untuk mendidik anak-anak yang dianggap nakal melalui pendekatan disiplin ala militer. Program ini menuai kritik tajam dari Rocky Gerung, yang menilai pendekatan tersebut hanya menyentuh aspek fisik tanpa menyentuh akar masalah sosial dan intelektual remaja.
"Pemikiran seperti itu hanya mendisiplinkan tubuh, tapi tidak membebaskan pikiran. Itu cara berpikir yang dangkal,” ujar Rocky dalam sebuah tayangan yang beredar di media sosial.
Tak tinggal diam, Dedi Mulyadi memberi respons menohok. Ia mengatakan lebih baik berpikir “dangkal yang bisa menumbuhkan tanaman” daripada “dalam tapi membuat orang tenggelam”. Sebuah sindiran halus yang langsung mendapat amunisi dukungan dari Hotman Paris.
Dalam unggahan videonya, Hotman menyindir balik Rocky Gerung sebagai “raja teori” yang minim aksi nyata.
“Rocky Gerung hanya hafal teori filsafat. Apa kontribusinya yang bisa dilihat rakyat secara langsung? Dedi Mulyadi sudah nyata berbuat,” tegas Hotman.
Tak berhenti di situ, Hotman bahkan melontarkan pernyataan yang lebih tajam:
"Kalau perlu, Rocky juga dikirim ke barak militer, biar tubuh dan mulutnya bisa lebih disiplin,” ujarnya sambil tertawa.
Pernyataan ini langsung menyulut reaksi publik. Netizen pun terbelah. Sebagian memuji program Dedi sebagai langkah konkret membentuk karakter remaja, sementara lainnya menganggap kritik Rocky sebagai pengingat agar kebijakan tak melupakan aspek kemanusiaan dan intelektual.
Program barak militer Pemprov Jawa Barat kini menjadi sorotan nasional, tak hanya dari sisi kebijakan, tapi juga dari polemik yang menyertainya. Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan lanjutan dari Rocky Gerung atas sindiran Hotman Paris.
Satu hal yang pasti, perdebatan ini kembali membuka ruang diskusi: mana yang lebih penting—aksi nyata di lapangan atau pemikiran konseptual yang mendalam?
***
Sumber: Update Nusantara.
