| Foto, Djoko TP seorang pengamat kebijakan publik Jepara sekaligus tokoh penyelesai konflik ketenagakerjaan dan suasana di depan PT HWI Jepara. |
Queensha.id - Jepara,
Aksi massa yang mengejutkan terjadi di depan kawasan industri PT Hwa Seung Indonesia (HWI). Warga dari Desa Banyuputih dan Gemulung membawa keranda mayat sebagai simbol “matinya harapan” terhadap janji-janji manis perusahaan. Aksi ini bukan sekadar protes, tapi jeritan panjang atas ketidakadilan dalam proses rekrutmen tenaga kerja.
Di tengah memanasnya situasi, Djoko TP seorang pengamat kebijakan publik Jepara sekaligus tokoh penyelesai konflik ketenagakerjaan di wilayah Bekasi dan Tanjung Priok yang turun memberikan pandangan.
Menurutnya, ada delapan solusi cepat dan realistis untuk meredam ketegangan dan menciptakan keadilan yang berkelanjutan.
1. Sosialisasi Terbuka SOP Rekrutmen
Transparansi adalah kunci. PT HWI harus membuka proses rekrutmen secara rinci kepada warga, mulai dari tahapan seleksi, kriteria, hingga alasan penolakan.
2. Dialog Terjadwal dan Terbuka
Pemerintah daerah sebaiknya memfasilitasi pertemuan rutin antara perusahaan dan warga. Forum ini menjadi jembatan untuk klarifikasi dan membangun kembali kepercayaan.
3. Pelatihan Kerja untuk Warga Sekitar
Alih-alih hanya menuntut, warga juga perlu difasilitasi peningkatan kompetensi. PT HWI bisa bermitra dengan Disnaker atau BLK untuk pelatihan praktis seperti menjahit, inspeksi mutu, atau logistik pabrik.
4. MoU Prioritas Warga Lokal
Komitmen tertulis antara PT HWI dan desa-desa sekitar penting. Djoko menyarankan agar 60–70% kebutuhan tenaga kerja diserap dari masyarakat sekitar, dengan evaluasi berkala.
5. Tim Pengawas Independen
Tim ini akan memantau proses rekrutmen dari luar perusahaan, memastikan keadilan dan mencegah diskriminasi. Unsurnya bisa berasal dari akademisi, LSM, tokoh desa, hingga perwakilan Disnaker.
6. Informasi Lowongan yang Terbuka dan Merata
Lowongan pekerjaan harus dipublikasikan secara luas dan adil—baik melalui media sosial resmi, papan pengumuman desa, hingga masjid dan tempat umum lainnya.
7. Program CSR yang Tepat Sasaran
Warga akan lebih respek bila perusahaan menyentuh kebutuhan mereka secara nyata, seperti pelatihan UMKM, bantuan pendidikan, atau perbaikan fasilitas umum.
8. Kotak Saran dan Pengaduan Digital
Akses komunikasi dua arah harus dibuka. Dengan adanya kanal pengaduan resmi, warga bisa menyampaikan unek-unek tanpa harus demo turun ke jalan.
Arah Damai, Bukan Konfrontasi
Djoko menekankan bahwa semua pihak sebenarnya menginginkan hal yang sama: keadilan dan ketenangan. "Jangan sampai perusahaan merasa terancam, dan warga merasa dikhianati. Transparansi dan dialog terbuka adalah jantung dari solusi jangka panjang," ujarnya.
Kini, bola ada di tangan pemerintah daerah dan manajemen PT HWI. Apakah keranda yang dibawa warga hari ini akan menjadi simbol akhir harapan, atau justru pemicu lahirnya era baru keadilan sosial di bumi Jepara?
***
Sumber: Djoko.