Notification

×

Iklan

Iklan

Kapolri Dituding Lindungi Eks Jokowi dalam Kasus Dugaan Ijazah Palsu: Antara Transparansi dan Kontroversi

Sabtu, 24 Mei 2025 | 09.50 WIB Last Updated 2025-05-24T02:53:16Z
Foto, mantan presiden RI, Joko Widodo dan Kapolri. Sumber foto: Update Nusantara.


Queensha.id - Jakarta,

Keputusan Bareskrim Polri untuk menyatakan ijazah mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) otentik dan menghentikan penyelidikan kasus dugaan pemalsuan dokumen pendidikan memantik reaksi keras dari publik. Di tengah polemik yang membara, sejumlah tokoh menuding adanya aroma keberpihakan dan konflik kepentingan di tubuh Polri.

Pada Kamis, 22 Mei 2025, Bareskrim resmi menutup penyelidikan laporan dugaan ijazah palsu milik Jokowi. Kepolisian menegaskan bahwa dokumen yang diterbitkan oleh Universitas Gadjah Mada (UGM) telah diuji keasliannya melalui pemeriksaan forensik dan verifikasi silang dengan dokumen milik alumni seangkatan.

Namun, hasil ini justru memicu gelombang kecurigaan. Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi, secara terbuka menuding Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo “pasang badan” untuk mantan orang nomor satu di Indonesia. Ia menyebut hubungan historis keduanya—saat Sigit menjabat Kapolresta Surakarta dan Jokowi masih menjadi Wali Kota Solo—menjadi celah potensi konflik kepentingan.

“Ini bukan semata-mata soal hukum, tapi juga soal integritas. Rakyat bertanya-tanya, apakah hukum benar-benar berlaku sama untuk semua?” kata Muslim dalam pernyataan tertulisnya, Jumat (23/5).

Nada serupa dilontarkan oleh aktivis Buni Yani. Ia menyayangkan proses pemeriksaan yang dinilainya minim keterbukaan, serta penarikan barang bukti berupa ijazah tanpa penjelasan rinci ke publik. "Masyarakat butuh transparansi, bukan sekadar klaim prosedural," ujarnya.

Merespons tudingan tersebut, Polri melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas menegaskan bahwa semua tahapan penyelidikan telah dilakukan sesuai aturan. “Kami memastikan tidak ada intervensi dalam proses ini. Semua dijalankan berdasarkan bukti dan prosedur,” tegasnya.

Di sisi lain, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) sebagai pelapor kasus menyatakan tidak akan berhenti. Mereka tetap melanjutkan gugatan perdata yang kini tengah berjalan di pengadilan. “Biarkan hukum perdata membuktikan secara objektif, publik hanya perlu bersabar,” ujar juru bicara TPUA.

Sengkarut dugaan ijazah palsu ini memang telah menjadi sorotan publik sejak masa kampanye pemilu lalu, dan terus memanas di tengah transisi pemerintahan. Meskipun secara hukum pidana kasus ini dinyatakan rampung, perdebatan di ruang publik masih jauh dari usai. Pertanyaannya kini: apakah keputusan hukum cukup untuk meredakan keraguan, atau justru mempertegas jarak antara keadilan dan kepercayaan?

***

Sumber: Update Nusantara.
×
Berita Terbaru Update