Queensha.id - Jakarta,
Proyek digitalisasi pendidikan yang diharapkan menjadi lompatan besar bagi kemajuan sistem belajar di Indonesia justru berubah menjadi ladang korupsi. Kejaksaan Agung (Kejagung) kini tengah mengusut dugaan korupsi dalam pengadaan laptop untuk satuan pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada periode 2019-2022, dengan nilai fantastis hampir Rp 10 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkap bahwa proyek ini telah menunjukkan tanda-tanda kejanggalan sejak perencanaannya. Rencana pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) tersebut bahkan disebut-sebut tidak berbasis kebutuhan riil di lapangan.
“Pada 2019 sudah ada uji coba 1.000 unit Chromebook dan hasilnya tidak efektif,” ungkap Harli dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025). Ia menambahkan, permasalahan utama terletak pada ketergantungan Chromebook terhadap koneksi internet, yang masih menjadi tantangan besar di banyak wilayah Indonesia.
Dugaan Persekongkolan di Balik Spesifikasi
Meski hasil uji coba menunjukkan Chromebook tidak sesuai, Kemendikbudristek justru mengganti rekomendasi awal dari OS Windows menjadi OS Chrome. Langkah ini menimbulkan kecurigaan adanya rekayasa kebijakan yang sarat kepentingan.
“Diduga ada persekongkolan jahat antar pihak. Spesifikasi diganti bukan karena kebutuhan, melainkan diarahkan untuk memenangkan jenis laptop tertentu,” tegas Harli.
Penyusunan tim teknis baru oleh Kemendikbudristek disebut menjadi bagian dari skenario untuk menguatkan justifikasi teknis terhadap pilihan Chromebook. Padahal, tim tersebut tidak menyusun rekomendasi berdasarkan kondisi aktual di satuan pendidikan.
Jejak Penggeledahan dan Barang Bukti
Langkah penyidikan sudah memasuki tahap serius. Tim Jaksa Pidana Khusus (Jampidsus) telah menggeledah dua lokasi yang terkait dengan staf khusus eks Mendikbudristek, berinisial FH dan JT, pada Rabu (21/5).
Dari Apartemen Kuningan Place milik FH, penyidik menyita 4 ponsel dan 1 laptop. Sementara dari Apartemen Ciputra World 2 milik JT, disita 2 hardisk, 1 flashdisk, 1 laptop, dan beberapa dokumen penting.
“Barang-barang ini akan dibuka dan dianalisis keterkaitannya dengan dugaan tindak pidana korupsi,” ujar Harli.
Anggaran Jumbo, Efektivitas Nol?
Total dana yang digelontorkan untuk program ini mencapai Rp 9,98 triliun. Rinciannya, Rp 3,5 triliun bersumber dari satuan pendidikan dan Rp 6,3 triliun berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana sebesar itu kini dipertanyakan efektivitas dan manfaatnya bagi peserta didik, terutama di wilayah dengan infrastruktur internet yang terbatas.
Catatan Kritis: Digitalisasi Jangan Jadi Komoditas
Kasus ini membuka mata bahwa transformasi digital di sektor pendidikan bisa jadi bumerang jika tidak berbasis pada kebutuhan nyata dan data lapangan. Digitalisasi semestinya menjadi alat pemutus kesenjangan, bukan justru memperlebar jurang ketimpangan karena kesalahan kebijakan dan kepentingan kelompok tertentu.
Kejagung menegaskan bahwa penyidikan akan terus berkembang dan tak menutup kemungkinan adanya tersangka baru. Harapan publik kini tertuju pada tuntasnya kasus ini demi menjaga integritas dunia pendidikan dan memastikan dana negara tak kembali disalahgunakan atas nama kemajuan teknologi.
***
Sumber: Dtk.