Queensha.id - Edukasi Sosial,
Dana desa yang seharusnya menjadi tulang punggung pembangunan di pedesaan, kini justru menjadi ladang subur bagi praktik korupsi.
Berbagai modus baru korupsi oleh kepala desa (kades) dan munculnya desa-desa fiktif penerima dana desa menambah kompleksitas permasalahan ini.
Modus Baru Korupsi Kepala Desa
Modus korupsi oleh kades semakin beragam dan canggih. Beberapa modus baru yang teridentifikasi antara lain:
1. Penggelembungan Dana (Markup):
Kades menggelembungkan anggaran dalam pengadaan barang dan jasa.
Contohnya, harga pembelian motor desa dinaikkan dari Rp23,5 juta menjadi Rp29 juta dalam laporan pertanggungjawaban.
2. Penggunaan Dana untuk Kepentingan Pribadi:
Dana desa digunakan untuk kepentingan pribadi kades tanpa ada kegiatan yang nyata.
Misalnya, membuat kegiatan fiktif yang tidak pernah dilaksanakan.
3. Pemalsuan Dokumen:
Kades memalsukan dokumen pertanggungjawaban keuangan desa untuk menutupi penyalahgunaan dana.
Fenomena Desa Fiktif Penerima Dana Desa
Selain modus korupsi oleh kades, muncul pula fenomena desa fiktif yang menerima dana desa.
Salah satunya, kasus yang mencuat di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, di mana ditemukan 56 desa fiktif yang menerima aliran dana desa. Dari jumlah tersebut, tiga desa dinyatakan benar-benar fiktif, sementara 31 desa lainnya memiliki surat keputusan pembentukan yang dibuat dengan tanggal mundur.
Desa fiktif ini sengaja dibentuk atau dihidupkan kembali untuk mendapatkan aliran dana desa dari pemerintah pusat. Dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan desa akhirnya disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Upaya Pencegahan dan Penanggulangan
Untuk mengatasi permasalahan ini, berbagai upaya telah dilakukan:
1. Sekolah Anti-Korupsi:
Sebanyak 7.810 kepala desa di Jawa Tengah mengikuti Sekolah Anti-Korupsi yang digagas oleh Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi.
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman kades tentang pentingnya pencegahan korupsi dalam pemerintahan desa.
2. Penyuluhan Desa Anti-Korupsi:
Pemerintah Desa Cimahi, Kecamatan Klari, mengadakan penyuluhan desa anti-korupsi yang dihadiri oleh narasumber dari KPK, Inspektorat Provinsi, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran aparatur desa tentang pentingnya pencegahan korupsi.
3. Pengawasan dan Audit:
Pemerintah daerah dan lembaga terkait melakukan pengawasan dan audit terhadap penggunaan dana desa untuk mencegah penyalahgunaan.
Modus baru korupsi oleh kepala desa dan munculnya desa fiktif penerima dana desa menjadi ancaman serius bagi pembangunan di pedesaan.
Jadi, diperlukan kerja sama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk mencegah dan menanggulangi permasalahan ini.
Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci dalam mewujudkan pemerintahan desa yang bersih dan bebas dari korupsi.
***
Sumber: BS.