Notification

×

Iklan

Iklan

Roy Suryo Soroti Proses Hukum dan Tuntut Transparansi dalam Kasus Ijazah Jokowi

Sabtu, 24 Mei 2025 | 19.12 WIB Last Updated 2025-05-24T12:14:08Z
Foto, Roy Suryo sumber: Update Nusantara.

Queensha.id - Jakarta,

Kontroversi terkait dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali mencuat setelah Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri mengumumkan hasil uji forensik dari Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) yang menyatakan bahwa ijazah Universitas Gadjah Mada milik Jokowi adalah asli. Meskipun hasil ini memberikan kepastian pada sebagian kalangan, Roy Suryo, yang juga terlapor dalam kasus tersebut, memberikan tanggapan kritis terhadap hasil tersebut. Ia menegaskan bahwa meskipun menghormati hasil laboratorium, itu bukanlah bukti final dalam proses hukum.

"Bukan Hasil Akhir"

Dalam wawancara eksklusif dengan Breaking News, Roy Suryo, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga sekaligus salah satu terlapor dalam kasus dugaan ijazah palsu, menekankan bahwa hasil uji forensik dari Puslabfor bukanlah keputusan akhir dalam perkara hukum ini. Menurutnya, hasil tersebut hanya merupakan salah satu elemen yang akan digunakan dalam pembuktian di pengadilan.

"Hasil Puslabfor ini bukan final. Hanya salah satu bahan dalam proses pembuktian hukum. Finalnya nanti ada di pengadilan, bukan di laboratorium," tegas Roy.

Pernyataan tersebut mengingatkan kita bahwa dalam sistem hukum Indonesia, apapun hasil dari uji forensik atau laboratorium, hasil tersebut masih harus diuji lebih lanjut dalam proses peradilan yang melibatkan berbagai elemen pembuktian lainnya.

Ketimpangan Proses Hukum

Selain mengkritik hasil forensik, Roy juga menyoroti ketimpangan yang terjadi dalam penanganan kasus ini. Ia mengungkapkan bahwa laporan dari kelompok pelapor, Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), yang diajukan sejak Desember tahun lalu, tidak menunjukkan progres berarti. Sementara itu, laporan terkait dugaan ijazah palsu Presiden Jokowi yang dilaporkan pada awal Mei langsung masuk ke tahap penyelidikan.

"Ada ketimpangan proses hukum. Saat TPUA melapor, kasusnya mandek. Begitu Pak Jokowi melapor, langsung jalan," ujar Roy, menggambarkan adanya perbedaan perlakuan yang ia anggap tidak adil dalam penanganan kasus hukum.

Perbedaan dalam kecepatan penanganan kasus ini menambah ketegangan, terutama dalam hal transparansi dan keadilan yang menjadi prinsip dasar dalam hukum.

Ijazah yang Tidak Pernah Diperlihatkan

Salah satu hal yang paling disoroti oleh Roy adalah ketidakjelasan mengenai bukti fisik berupa ijazah itu sendiri. Ia menyebutkan bahwa meskipun pengumuman hasil forensik telah dilakukan, publik belum diberi kesempatan untuk melihat dokumen yang dimaksud—yakni ijazah tersebut. Menurut Roy, pengumuman Bareskrim yang tidak disertai dengan bukti fisik menjadi sebuah narasi yang meragukan.

"Ijazahnya tidak pernah ditunjukkan. Bagaimana masyarakat bisa menilai? Ini seperti disuruh percaya bahwa permennya enak, tapi permennya tak pernah kita lihat atau cicipi," ujar Roy, mengibaratkan proses ini seperti sebuah janji yang tidak terbukti.

Roy menganggap transparansi menjadi hal yang sangat penting dalam kasus ini, mengingat ijazah adalah dokumen yang seharusnya dapat diakses oleh publik, bukan sesuatu yang dirahasiakan.

Proses Hukum yang Berlanjut

Meskipun menghadapi proses hukum sebagai terlapor dalam kasus pencemaran nama baik dan pelanggaran UU ITE, Roy menegaskan bahwa ia akan melanjutkan perjalanannya melalui jalur hukum. Ia bersama TPUA berencana untuk menghadirkan bukti-bukti tambahan di pengadilan, termasuk keterangan ahli, dokumen pembanding, serta saksi-saksi yang dianggap dapat mendukung argumen mereka.

"Saya akan terus melanjutkan proses hukum ini. Masih banyak yang perlu diuji di pengadilan," ujarnya penuh keyakinan.

Selain itu, Roy juga menegaskan bahwa dirinya sudah melaporkan balik dugaan pelanggaran yang terjadi dalam kasus ini kepada Komnas HAM, yang mengindikasikan bahwa ia bertekad untuk memperjuangkan hak-haknya secara adil.

Transparansi adalah Kunci

Di akhir wawancara, Roy menegaskan bahwa isu utama dalam kasus ini bukan soal apakah masyarakat percaya atau tidak, melainkan soal transparansi dan hak publik untuk mengetahui bukti yang sahih.

“Ini bukan soal percaya atau tidak. Ini soal transparansi. Publik berhak tahu, bukan hanya dengar narasi,” kata Roy dengan tegas.

Dalam konteks hukum, transparansi adalah pilar utama dalam menciptakan keadilan dan akuntabilitas. Oleh karena itu, baik pihak berwenang maupun masyarakat perlu memastikan bahwa setiap elemen bukti yang relevan dapat diakses dan diperiksa secara terbuka untuk menghindari keraguan dan memastikan bahwa proses hukum berjalan dengan adil.


Kasus ini menyoroti pentingnya keadilan yang transparan dalam sistem hukum Indonesia. Meski hasil uji forensik Puslabfor menunjukkan bahwa ijazah Presiden Jokowi asli, Roy Suryo menegaskan bahwa ini bukanlah akhir dari segalanya. 


Proses hukum harus melibatkan pemeriksaan yang mendalam, tidak hanya berdasarkan hasil laboratorium, tetapi juga bukti-bukti lain yang dapat dipertanggungjawabkan di pengadilan. Yang terpenting, transparansi dalam setiap langkah harus dijaga demi memastikan bahwa proses hukum benar-benar memberikan keadilan yang setimpal bagi semua pihak.

***

Sumber: Update Nusantara.

×
Berita Terbaru Update