Foto, masa muda dan saat pernikahan almarhum mantan Presiden RI ke-3, BJ. Habibie dan Ainun. |
Queensha.id - Nasional,
Tak banyak kisah cinta yang begitu tulus dan kuat hingga menjadi inspirasi lintas generasi. Salah satunya adalah kisah cinta antara Presiden ke-3 Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie, dan istrinya, Hasri Ainun Besari.
Mantan ajudan Habibie, Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, mengenang momen unik yang menunjukkan betapa dalamnya cinta Habibie kepada Ainun. Dalam sebuah wawancara di Brigade Podcast Kompas.com pada Kamis (15/5/2025), Hasanuddin menceritakan sebuah kejadian tak terlupakan.
Pagi itu, Habibie dijadwalkan menerima kunjungan pejabat tinggi dari Amerika Serikat di Istana Negara. Hasanuddin, yang bertugas mengatur agenda, sudah mengingatkan sejak pukul 09.30. Tepat setelah selesai berenang, Habibie bersiap dan masuk ke dalam mobil kepresidenan. Iring-iringan pun mulai bergerak meninggalkan rumah.
Namun belum sampai jauh, sekitar 200 meter dari rumah, Habibie tiba-tiba memberi instruksi mengejutkan.
“Hasanuddin, kembali,” kata Habibie dengan tenang.
Hasanuddin sempat menolak karena tamu sudah menunggu. Tapi Habibie tetap bersikeras untuk berbalik arah.
Alasannya? Ternyata hanya untuk satu hal sederhana: menikmati kopi buatan tangan sang istri tercinta, Ainun.
“Kenapa enggak pesan kopi di Istana saja?” tanya Hasanuddin kala itu.
Dengan penuh ketegasan namun lembut, Habibie menjawab, “No, Hasanuddin. Kopi itu dibuat oleh Ibu Ainun tercinta.”
Momen itu, menurut Hasanuddin, adalah cermin dari cinta sejati Habibie kepada istrinya. Bukan soal rasa kopi, tapi tentang kehadiran dan sentuhan kasih dari orang yang paling dicintai.
Namun cinta Habibie dan Ainun bukan hanya terlihat dalam hal-hal manis semacam itu. Di masa-masa genting pun, keduanya saling menguatkan.
Saat Habibie dilantik menjadi Presiden RI pada 21 Mei 1998 menggantikan Presiden Soeharto yang mundur, situasi politik dan keamanan Indonesia sedang tidak menentu. Meski demikian, Ainun menolak untuk tinggal di Istana Negara meski disarankan aparat keamanan.
“Enggak usah, kita enggak biasa tinggal di wisma negara itu,” kata Ainun dengan tenang.
Ketika akhirnya pulang ke rumah pribadi di Patra Kuningan, Jakarta, Ainun juga enggan dikawal. Namun untuk alasan keamanan, pengawalan tetap diberikan. Sesampainya di rumah, Ainun hanya berkata santai, “Tuh kan enggak ada apa-apa.”
Sikap tenang dan penuh keikhlasan itu menjadi kekuatan tersendiri bagi Habibie di tengah tekanan sebagai kepala negara.
Hasanuddin juga mengenang Ainun sebagai pribadi salehah. Ia rutin menyelesaikan 30 juz Al-Qur’an setiap hari Jumat. Bahkan saat menjalani treadmill karena sakit jantung, ia tetap mengaji. Setiap pagi, Ainun menyiapkan sendiri sarapan dan kopi susu cokelat kesukaan Habibie. Kebiasaan ini menjadi bagian dari rutinitas hangat rumah tangga mereka.
“Setiap Pak Habibie pulang, Ibu Ainun selalu menyambut di pintu utama rumah. Saya belum pernah melihat keintiman dan perhatian seperti itu di rumah tangga tokoh lain,” ungkap Hasanuddin.
Kisah cinta Habibie dan Ainun bukan sekadar cerita romantis, tapi contoh tentang kesetiaan, pengorbanan, dan kebersamaan yang tak lekang oleh waktu. Dari secangkir kopi buatan tangan Ainun, kita belajar bahwa cinta sejati hadir dalam bentuk paling sederhana—namun paling berarti.
***
0 Komentar