Queensha.id - Jepara,
Aktivitas pertambangan ilegal kembali mencuat di Kabupaten Jepara. Ajicakra Indonesia, sebuah organisasi yang fokus pada edukasi, pendampingan, dan advokasi di bidang lingkungan, menemukan adanya tambang galian C (bebatuan) ilegal di wilayah Desa Pancur, Kecamatan Mayong. Temuan ini menjadi sorotan tajam karena selain tidak mengantongi izin resmi, tambang tersebut diduga dikelola oleh perseorangan dan korporasi, dengan alat berat yang beroperasi secara terang-terangan.
Penelusuran ini bermula dari laporan masyarakat yang resah namun tidak berani bersuara karena tekanan sosial dan ketakutan. Menindaklanjuti laporan itu, Tim Ajicakra Indonesia bersama awak media turun langsung ke lokasi pada Kamis (8/5/2025). Mereka menemukan setidaknya tiga titik tambang aktif tanpa patok batas resmi, lima unit truk, serta dua alat berat berupa Backhoe Loader dan Breaker yang beroperasi secara ilegal.
Dalam keterangannya, Tri Hutomo, Ketua Ajicakra Indonesia, menyebut bahwa aktivitas tambang ilegal ini merupakan perampokan aset negara secara terang-terangan. “Eksploitasi lingkungan tanpa izin tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam masyarakat dan ekosistem sekitar,” tegasnya.
Kepala Desa: Tidak Tahu Definisi Izin?
Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Pancur, Muh. Arif Asharudin, justru memberikan pernyataan yang mengejutkan. Dalam pertemuan di Balai Desa, Arif mengaku tidak tahu apa itu “definisi perizinan” dan menegaskan bahwa tidak ada kontribusi dari tambang ke kas desa.
“Saya tidak tahu definisi perizinan. Selama ini saya tidak pernah berkomunikasi dengan para penambang,” jelasnya. Arif juga menyadari adanya kerusakan infrastruktur akibat aktivitas tersebut dan berjanji akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan mengingat status jalan adalah jalan kabupaten. Ia juga menyebut bahwa Babinsa dan Bhabinkamtibmas telah mengetahui kegiatan tambang tersebut.
Pelanggaran UU dan Potensi Tindak Pidana Pencucian Uang
Ajicakra Indonesia menyebut bahwa aktivitas tambang ilegal ini telah melanggar sejumlah regulasi penting, termasuk:
1. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
“Galian C semestinya memiliki izin lokasi, papan nama perusahaan, serta patok batas resmi. Izin lingkungan saja tidak cukup jika belum mendapat persetujuan dari Dinas ESDM Provinsi,” ujar Tri Hutomo.
Ia juga menyampaikan bahwa praktik tambang ilegal ini bukan fenomena baru. “Pertambangan di Desa Pancur sudah lama dilakukan secara manual sejak tahun 90-an. Namun sejak 2021, mulai dilakukan secara besar-besaran dengan alat berat, bahkan beroperasi hingga malam hari.”
Ajicakra Indonesia menyoroti minimnya langkah tegas dari pemerintah daerah dan penegak hukum. Jika pelaku tidak memiliki Izin Detail Tata Ruang (IDTR), seharusnya tidak boleh ada aktivitas pertambangan sama sekali. “Ini bukan hanya masalah administratif, tapi juga potensi Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang harus diusut,” tambahnya.
Laporan Diteruskan ke Lembaga Nasional
Untuk menindaklanjuti temuan ini, Ajicakra Indonesia telah melaporkan secara resmi kepada:
1. Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara
2. Aparat penegak hukum
3. Komisi III DPR RI
4. Kompolnas RI
5. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI)
Tujuannya jelas: membuka tabir tambang ilegal dan memberikan efek jera terhadap pelaku dan jaringan tambang ilegal di Jepara.
“Kita tidak hanya bicara kerugian negara, tapi juga soal keselamatan lingkungan dan generasi mendatang,” pungkas Tri Hutomo.
***
Sumber: PortalMuria.