Queensha.id - Jepara,
Jalan Jepara–Bangsri, salah satu jalur strategis yang seharusnya menjadi penghubung vital antar kecamatan dan antarkabupaten, kini justru menjadi simbol keprihatinan atas lemahnya regulasi dan pengawasan lalu lintas berat. Dalam hitungan kurang dari satu jam, puluhan truk tronton bermuatan berat melintas di ruas jalan ini, khususnya di wilayah Krasak, Bangsri. Raungan mesin dan deru roda truk menggema, menyayat ketenangan warga dan mengguncang aspal yang makin menganga.
Tak sedikit dari kendaraan tersebut datang dari luar daerah. Pelat nomor yang tak berawalan “K” menunjukkan bahwa mereka bukan bagian dari sistem fiskal lokal. Mereka datang mengangkut hasil industri dan tambang, tapi meninggalkan jejak berupa kerusakan infrastruktur yang seharusnya menjadi tanggung jawab bersama.
“Setiap hari kami dengar suara truk besar melintas, jalannya makin rusak, padahal mereka bukan dari Jepara dan tidak bayar pajak di sini,” ujar STY, seorang warga Krasak dengan nada kecewa.
Baginya dan warga lainnya, ini bukan sekadar persoalan jalan rusak, tapi tentang keadilan.
Kerusakan jalan di Jepara bukan hanya membuat kendaraan terguncang, tetapi juga mengguncang komitmen Pemerintah Kabupaten dalam mewujudkan infrastruktur unggulan. Dana APBD untuk pembangunan jalan tergerus tiap tahun, namun tantangan sesungguhnya justru datang dari minimnya perlindungan atas jalan yang sudah dibangun. Apa artinya membangun, jika yang merusak dibiarkan bebas?
Gerakan Nasional Pencegahan Korupsi (GN-PK) Jepara turut bersuara lantang. Ketua GN-PK Jepara, Ali Achwan, mendesak Pemerintah Kabupaten untuk segera mengambil langkah konkret.
“Jika perlu, perusahaan angkutan dari luar wajib menggunakan kendaraan berpelat Jepara dan dikenakan retribusi khusus. Jangan biarkan Jepara hanya jadi ladang eksploitasi infrastruktur,” tegasnya.
Ia juga mendorong Pemkab untuk memberlakukan pembatasan jam operasional truk berat serta reaktivasi jembatan timbang yang dapat mengontrol kelebihan muatan dan legalitas kendaraan.
Suara serupa juga menggema di kalangan masyarakat sipil, ormas, dan sejumlah elemen legislatif yang mulai menaruh perhatian atas kondisi jalan Jepara yang kian memburuk. Harapan mereka satu: ada aksi nyata, bukan sekadar janji kampanye atau pernyataan normatif.
Di tengah geliat industri dan geliat logistik yang kian padat, Jepara tidak boleh kehilangan prinsip. Keterbukaan terhadap kendaraan luar daerah penting, tapi harus diimbangi dengan penegakan aturan dan kontribusi yang adil. Jalan yang rusak tidak mengenal batas administratif dan ia hanya tahu bahwa beban yang ia tanggung terlalu berat, dan perhatian yang ia terima terlalu ringan.
Jepara sedang menunggu ketegasan. Bukan hanya dari bupati atau dinas terkait, tapi dari seluruh pemangku kepentingan yang punya nyali untuk menolak ketimpangan. Jika tidak, jalan ini akan terus menjadi saksi bisu: dihantam siang malam, tapi tak pernah dibela.
Karena jalan bukan sekadar jalur lalu lintas, ia adalah nadi kehidupan. Jika ia rusak, maka yang terguncang bukan hanya roda, tapi juga harapan rakyat Jepara.
***
Sumber: G7/AR.
0 Komentar