Notification

×

Iklan

Iklan

Fenomena Kemarau Basah Diprediksi Berlangsung hingga Agustus 2025, Ini Penjelasan BMKG

Senin, 02 Juni 2025 | 10.32 WIB Last Updated 2025-06-02T03:33:58Z
Foto, informasi dari BMKG Jakarta.


Queensha.id - Jakarta,

Masyarakat Indonesia tengah menghadapi anomali cuaca yang tidak biasa: kemarau basah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa fenomena ini saat ini melanda sejumlah wilayah Tanah Air, dan diperkirakan akan berlangsung hingga Agustus 2025.

Meski kalender musim menunjukkan telah memasuki masa kemarau, hujan masih rutin mengguyur berbagai daerah. Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa fenomena ini disebabkan oleh kombinasi faktor atmosfer dan dampak perubahan iklim.

"Kemarau basah adalah fenomena tidak biasa yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perubahan iklim dan pola cuaca yang tidak stabil,” ujar Guswanto, dikutip dari Kompas.com, Rabu (14/5/2025).



Apa Itu Kemarau Basah?

Secara sederhana, kemarau basah merupakan kondisi anomali cuaca di mana hujan tetap terjadi dengan intensitas sedang hingga tinggi meskipun berada dalam periode musim kemarau. Biasanya, musim kemarau di Indonesia ditandai dengan minimnya curah hujan dan suhu udara yang lebih kering.

Namun, dalam kondisi kemarau basah, pola ini terganggu akibat pengaruh atmosfer global dan regional. BMKG menyebut fenomena ini bisa menjadi indikator nyata perubahan iklim jangka panjang.


Dinamika Atmosfer Pemicu Kemarau Basah

BMKG mencatat adanya dinamika atmosfer yang memperkuat potensi kemarau basah, di antaranya:

1. Sirkulasi siklonik di sekitar wilayah Indonesia

2. Madden-Julian Oscillation (MJO) – gelombang atmosfer tropis yang membawa kelembapan tinggi

3. Gelombang Kelvin dan Rossby Ekuator – gelombang atmosfer yang memicu pembentukan awan hujan


4. Ketiga faktor ini berkontribusi dalam membawa uap air dalam jumlah besar ke wilayah Indonesia, sehingga awan hujan tetap terbentuk meski secara musiman seharusnya wilayah Indonesia kering.


“MJO, misalnya, adalah gelombang atmosfer tropis yang bergerak secara periodik dan membawa kelembapan tinggi ke wilayah Indonesia, sehingga mengakibatkan hujan yang tidak biasa pada periode kemarau,” jelas Guswanto.



Kemarau Basah: Cermin Krisis Iklim Global?

Menurut BMKG, kemarau basah bukan sekadar peristiwa cuaca sesaat. Fenomena ini merupakan refleksi nyata dari krisis iklim global yang makin mengaburkan batas antara musim kemarau dan musim hujan.

Setelah kemarau basah diperkirakan berakhir pada Agustus 2025, Indonesia akan memasuki masa pancaroba (peralihan musim) antara September hingga November, sebelum kemudian menghadapi musim hujan mulai Desember 2025 hingga Februari 2026.


Apa yang Harus Dilakukan Masyarakat?

BMKG mengimbau masyarakat untuk:

1. Tetap waspada terhadap potensi cuaca ekstrem, seperti hujan lebat disertai angin kencang.

2. Menyesuaikan pola tanam dan panen pertanian berdasarkan prediksi cuaca terkini.

3. Mengantisipasi banjir lokal di wilayah-wilayah rawan, terutama kota-kota besar
Menjaga sistem drainase agar tidak tersumbat saat hujan turun mendadak


Fenomena kemarau basah kembali menjadi pengingat bahwa perubahan iklim bukan isapan jempol. Ketidakpastian musim menuntut masyarakat untuk lebih adaptif dan responsif terhadap informasi cuaca yang terus berkembang.

Pantau terus update dari BMKG untuk informasi cuaca terbaru.

***

Sumber: Assyifa Bilqhis (AB).

×
Berita Terbaru Update