Notification

×

Iklan

Iklan

Harmoni di Lereng Muria: Tradisi Berbagi Daging Kurban untuk Semua Warga Desa Tempur Jepara

Jumat, 06 Juni 2025 | 10.22 WIB Last Updated 2025-06-06T03:25:06Z
Foto, tokoh agama di masjid desa Tempur, kecamatan Keling, Jepara.

Queensha.id - Jepara,

Di tengah gegap gempita perayaan Idul Adha 1446 Hijriah, sebuah tradisi luhur kembali menghangatkan hati masyarakat Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Di desa yang terletak di lereng Gunung Muria ini, daging kurban tak hanya dibagikan kepada umat Islam, tetapi juga kepada warga Kristiani yang hidup berdampingan secara damai dan rukun.

Tradisi ini bukan hal baru. Menurut Kiswantoro, salah satu tokoh masyarakat Desa Tempur, kebiasaan berbagi daging kurban kepada seluruh warga desa tanpa memandang agama sudah berlangsung sejak lama, diwariskan oleh para sesepuh desa. “Kebiasaan baik itu kami rawat dan jaga hingga kini,” ujarnya dengan penuh keyakinan.

Supriyanto, panitia kurban yang juga tokoh masyarakat, menambahkan bahwa tradisi ini mencerminkan kuatnya nilai toleransi dan kerukunan antar umat beragama di desa yang berpenduduk sekitar 1.000 kepala keluarga tersebut. “Semua umat Kristen juga akan mendapatkan daging hewan kurban seperti saudaranya yang lain,” katanya.

Tahun ini, semangat berkurban warga Desa Tempur terbilang sangat tinggi. Data panitia menunjukkan bahwa terdapat 26 ekor sapi dan 65 ekor kambing yang disembelih. Jumlah itu cukup untuk dibagikan kepada sekitar 1.400 kepala keluarga yang tinggal di desa, memastikan bahwa tak satu pun warga yang terlewat.

Ustadz Ali Ridlo, tokoh agama setempat, menyebut tradisi berbagi ini sejalan dengan anjuran agama Islam. “Berbagi di Hari Raya Kurban sangat dianjurkan. Ini juga menjadi cerminan tingginya semangat berkurban sekaligus bukti meningkatnya taraf ekonomi masyarakat Desa Tempur,” tuturnya.

Tradisi berbagi daging kurban kepada semua warga ini menjadi cerminan harmoni sosial dan nilai kemanusiaan yang terus dijaga. Di saat dunia sering kali disuguhi kisah perpecahan atas nama keyakinan, Desa Tempur justru menunjukkan bahwa keberagaman bisa menjadi kekuatan, bukan perbedaan yang memecah.

Desa kecil, tradisi besar. Dari Tempur, kita belajar bahwa sepotong daging bisa menyatukan hati, dan sebuah niat baik bisa menembus sekat-sekat keyakinan.

***

Sumber: SB/Hadepe.

×
Berita Terbaru Update