Notification

×

Iklan

Iklan

Uang Rakyat Mengalir ke Apartemen Mewah dan Selingkuhan Pramugari

Jumat, 06 Juni 2025 | 10.38 WIB Last Updated 2025-06-06T03:40:09Z
Foto, Pramugari dan mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih.


Queensha.id - Jakarta,

Kisah klasik korupsi di negeri ini kembali terulang. Seorang pejabat tinggi, bergelimang kekuasaan dan kewenangan, tergoda untuk memindahkan uang rakyat ke rekening pribadi. Kali ini, giliran mantan Direktur Utama PT Taspen, Antonius Nicholas Stephanus Kosasih, yang harus duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Pria berpenampilan plontos itu didakwa memperkaya diri sendiri hingga Rp34 miliar, hasil dari dugaan manipulasi investasi fiktif di tubuh PT Taspen. Skema busuk ini menimbulkan kerugian negara senilai Rp1 triliun, angka yang cukup untuk membangun ribuan sekolah atau memperbaiki layanan kesehatan di pelosok negeri.

Namun ironisnya, aliran uang haram itu tidak semata untuk memperkaya diri. Seperti banyak kasus korupsi sebelumnya, dana hasil kejahatan justru mengalir deras ke pihak-pihak di luar keluarga inti, termasuk ke dugaan selingkuhan sang mantan bos BUMN.

"Untuk Anak dan... Pramugari?"

Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada Selasa, 27 Mei 2025, Kosasih disebut mempergunakan sebagian besar uang tersebut untuk membeli aset mewah:

11 unit apartemen

Kendaraan pribadi untuk dua anaknya, Callista Madona Kosasih dan Ashley Kirsten Kosasih

Tiga bidang tanah di Jelupang, Tangerang Selatan senilai Rp4 miliar


Yang menarik perhatian publik adalah nama Theresia Mela Yunita, sosok yang disebut-sebut sebagai pramugari dan selingkuhan Kosasih. Tanah-tanah itu dibeli atas nama Theresia, yang hubungannya dengan terdakwa sebelumnya pernah diungkap oleh pengacara kontroversial Kamaruddin Simanjuntak.

“Ini bukan hanya soal korupsi, tapi juga penyalahgunaan kekuasaan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan relasi gelap,” ujar Kamaruddin saat dikonfirmasi terpisah oleh media.

Skema Klasik, Pola Lama

Kasus Kosasih bukan yang pertama. Dalam banyak kasus korupsi besar di Indonesia, muncul pola serupa:

1. Korupsi lewat proyek atau investasi fiktif

2. Pembelian aset atas nama keluarga atau pasangan gelap

3. Upaya menyamarkan harta haram lewat gaya hidup mewah dan nama samaran


Uang hasil korupsi tak hanya menjadi pelumas kekuasaan, tapi juga pemicu kehancuran moral para pelakunya.

"Yang menyedihkan, uang yang seharusnya untuk pensiunan dan ASN justru dialihkan untuk foya-foya pribadi," ujar seorang pensiunan guru yang mengikuti persidangan.

Bukan Sekadar Hukuman, Tapi Perlu Perubahan Sistemik

Pengamat kebijakan publik menilai kasus Taspen ini sebagai alarm keras bagi BUMN yang mengelola dana publik dalam jumlah besar. Sistem pengawasan internal dianggap lemah, dan celah-celah pengendalian risiko nyaris tak bergigi ketika dihadapkan pada jabatan tinggi.

Jika kasus seperti ini terus berulang, publik akan kehilangan kepercayaan. Dan yang lebih mengerikan, generasi muda akan menganggap korupsi sebagai bagian “normal” dari jabatan tinggi.


Kasus Antonius Kosasih bukan hanya pengingat tentang kerakusan, tapi juga tentang pentingnya moralitas dan akuntabilitas. Karena di balik setiap uang yang dicuri, ada mimpi rakyat yang dirampas.

***
Sumber: Jateng updates.

×
Berita Terbaru Update