Sebuah kejadian tak menyenangkan kembali terjadi di Kota Semarang, kali ini di kawasan parkiran depan Taman Tri Lomba Juang. Seorang warga melaporkan kehilangan helm bermerek KYT Galaxy Flat Visor Gorilla Grey, yang diduga digondol orang saat motor diparkir di area tersebut. Ironisnya, tukang parkir yang bertugas justru angkat tangan saat dimintai pertanggungjawaban.
Menurut keterangan korban, helm tersebut diletakkan seperti biasa di atas motor yang diparkir. Namun, ketika kembali, helm sudah lenyap. Saat ditanya kepada penjaga parkir di lokasi, pria yang berada di sana dengan santai menjawab, “Yang jaga di sini gantian, Mas.”
Kejadian ini menyoroti keresahan masyarakat terhadap praktik parkir liar yang makin menjamur di kota-kota besar, termasuk Semarang. Alih-alih memberikan rasa aman, kehadiran juru parkir ini justru menambah risiko baru.
“2-5 ribu itu tidak akan membuatmu miskin,” ujar salah satu dedengkot tukang parkir di kawasan tersebut.
Sembari tertawa, ia menyebut slogan yang sering terdengar di kalangan mereka: “Ketika uang kau beri, aku akan lari cari tempat buat ngopi.”
Parkir Bayar, Barang Hilang: Siapa Bertanggung Jawab?
Fenomena tukang parkir “resmi tapi tak bertanggung jawab” menjadi masalah klasik. Seragam parkir dan rompi tak menjamin keamanan. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki ikatan dengan dinas perhubungan atau pengelola resmi, tapi tetap memungut bayaran layaknya layanan berstandar.
Ironisnya, saat kehilangan terjadi, tanggung jawab seolah menguap. Banyak alasan klasik dilempar: bukan giliran jaga, barang sudah tidak ada saat mereka datang, atau bahkan menyalahkan pemilik kendaraan yang tidak hati-hati.
Solusi dan Langkah Konkret
Masalah ini bukan sekadar soal pungli atau keamanan semata, tetapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan dan pengaturan parkir di ruang publik. Beberapa solusi yang dapat dipertimbangkan:
1. Pemetaan dan Sertifikasi Tukang Parkir
Pemerintah kota perlu membuat database tukang parkir resmi, lengkap dengan identitas, jadwal jaga, dan pelatihan tanggung jawab.
2. Zona Parkir Khusus dengan Sistem Tiket
Setiap area parkir publik, terutama dekat tempat ramai seperti taman kota, perlu menerapkan sistem tiket berbarcode atau digital yang bisa melacak waktu dan kendaraan.
3. Edukasi dan Teguran untuk Warga
Warga perlu lebih waspada dan memilih tempat parkir resmi yang disertai karcis dan petugas yang jelas identitasnya. Lebih baik bayar sedikit lebih mahal daripada kehilangan barang berharga.
4. Penertiban Tukang Parkir Liar
Penertiban tegas terhadap tukang parkir liar perlu ditingkatkan, terutama di area wisata dan fasilitas umum.
Kota Semarang, sebagai kota besar yang terus tumbuh, tak bisa membiarkan masalah klasik seperti ini terus berulang. Helm mungkin bisa dibeli lagi, tapi rasa aman dan kepercayaan warga terhadap pengelolaan kota tidak semudah itu untuk dikembalikan.
“Bayar parkir bukan cuma soal uang, tapi juga soal rasa aman. Kalau rasa itu lenyap, maka siapa yang sebenarnya sedang kita bayar?”
***
Sumber: Semarang Hari Ini.