Foto, saat sidang kasus tambang ilegal di Desa Pancur, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. |
Queensha.id - Jepara,
Pengadilan Negeri (PN) Jepara kembali menjadi sorotan publik dengan digelarnya sidang perdana kasus tambang ilegal di Desa Pancur, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Dua terdakwa, Agus Wibowo dan Martin Arie Prasetya, didakwa melakukan penambangan tanpa izin yang berdampak pada kerusakan lingkungan. Sidang berlangsung secara virtual di Ruang Cakra, Kamis (19/06/2025), dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Jepara.
Terdakwa Agus Wibowo, warga Desa Gemiring Lor, dan Martin Arie Prasetya, warga Desa Nalumsari, menjalani sidang secara terpisah. Sidang Agus dipimpin oleh Majelis Hakim Erven Langgeng Kaseh, Parlin Mangatas Bona Tua, dan Afrizal. Sementara Martin disidangkan oleh Majelis Hakim yang sama, dibantu oleh Joko Ciptanto dan Yuristi Laprimoni.
Dalam dakwaan yang dibacakan JPU Mu’anah, kedua terdakwa dikenai Pasal 98 ayat (1) dan Pasal 109 Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mereka diduga melakukan usaha pertambangan tanpa izin yang sah, sehingga menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dakwaan tersebut turut mengacu pada perubahan UU Cipta Kerja yang kini memperketat regulasi kegiatan pertambangan ilegal.
“Para terdakwa melakukan kegiatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu lingkungan hidup, tanpa memiliki perizinan dari pemerintah pusat maupun daerah, dan berdampak langsung terhadap keselamatan serta kesehatan masyarakat sekitar,” tegas Mu’anah dalam pembacaan dakwaannya.
Namun, jalannya sidang sempat diwarnai keberatan dari pihak terdakwa. Melalui kuasa hukum mereka, Karyani, SH dan rekan, para terdakwa menyatakan akan mengajukan eksepsi atau bantahan atas dakwaan yang dibacakan. Mereka mengklaim belum menerima salinan dakwaan dan Berita Acara Penyidikan (BAP), serta mengajukan permohonan pengalihan penahanan menjadi tahanan rumah.
“Izin Yang Mulia, kami mohon waktu untuk mengajukan eksepsi karena klien kami belum menerima surat dakwaan dan BAP,” ujar Karyani di hadapan majelis hakim.
Menanggapi hal ini, JPU menegaskan bahwa surat dakwaan telah dikirim ke Rutan dan diserahkan kepada para terdakwa. Sementara untuk BAP, disarankan agar pihak kuasa hukum membuat permohonan resmi ke Kejari. Majelis Hakim juga menguatkan pernyataan JPU, bahwa prosedur permintaan BAP bukan lagi menjadi ranah persidangan, melainkan melalui administrasi resmi kepada kejaksaan atau panitera.
Soal permohonan pengalihan status penahanan, Hakim Erven menyatakan belum memberikan tanggapan. “Kalau kami tanggapi, artinya sudah ada ketetapan. Sampai saat ini, proses tetap berjalan seperti biasa,” ujarnya.
Sidang ini juga mendapat perhatian dari masyarakat sipil. Ketua Ajiackra Indonesia, Tri Hutomo, hadir memantau jalannya persidangan dan memberikan pernyataan penting kepada media. Ia menyatakan bahwa penindakan tambang ilegal merupakan bagian dari komitmen bersama dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Proses hukum ini kami pantau sebagai bentuk kontrol publik. Kami bersurat resmi ke PN Jepara dan mendapat tanggapan baik. Pemantauan ini penting untuk mencegah penyimpangan, menjaga kepercayaan publik, dan mendorong kualitas peradilan yang lebih baik,” tegas Tri.
Ia juga menekankan bahwa transparansi peradilan adalah hak sekaligus tanggung jawab masyarakat. Ajiackra Indonesia menurunkan tim pemantau yang bekerja secara tertutup namun sah, untuk memastikan jalannya proses hukum tidak menyimpang dari prinsip keadilan dan akuntabilitas.
Adapun sidang lanjutan akan digelar pada Selasa, 24 Juni 2025 dengan agenda pembacaan eksepsi dari pihak terdakwa. Publik menanti, apakah proses hukum ini akan mampu menjawab tuntutan keadilan bagi lingkungan dan masyarakat Jepara yang selama ini terdampak oleh maraknya tambang ilegal.
***
Sumber: ACI.