Notification

×

Iklan

Iklan

Ksatria Baja Hitam dan Jempol Kaki, Sebuah Kenangan Televisi Tahun 1994

Jumat, 27 Juni 2025 | 17.43 WIB Last Updated 2025-06-27T10:44:51Z
Foto, ilustrasi kenangan saat tahun 1994, nonton televisi.

Queensha.id - Jepara, 

Sore hari di tahun 1994 terasa berbeda. Sekitar pukul 16.30 WIB, ketika matahari mulai condong ke barat dan angin sejuk menyelinap ke sela-sela rumah papan, ada satu kebiasaan sakral yang tak boleh dilewatkan: menonton televisi bersama keluarga.

Kala itu, acara favorit banyak anak-anak Indonesia adalah "Ksatria Baja Hitam" yang tayang di RCTI. Tokoh bertopeng hitam dengan motor canggihnya menjadi idola, bahkan menginspirasi gaya main anak-anak seusai menonton. Tak jarang, halaman rumah atau tanah lapang berubah menjadi arena pertempuran ala tokusatsu.

"Dulu itu, remot TV rusak ya pakai jempol kaki sambil rebahan di depan TV," kenang Udin, pria asal Jepara yang masa kecilnya diwarnai tawa dan antusiasme menonton Ksatria Baja Hitam. Dengan tertawa, ia menirukan gaya mengganti channel secara manual, "Kadang jempol kaki nyangkut, tapi tetap semangat ganti channel kalau iklan!"

Televisi waktu itu masih berbentuk tabung, besar, dan berat. Letaknya pun biasanya di ruang tengah, bertengger di atas meja kayu atau lemari khusus. Suaranya terkadang mendengung, layarnya mengkilap bila terkena cahaya, dan jika gambarnya bersemut? Solusinya tinggal pukul pelan di sampingnya.

Stasiun televisi yang populer saat itu belum banyak. Hanya beberapa nama seperti RCTI, SCTV, TPI, Indosiar, dan TVRI yang menghiasi hari-hari masyarakat Indonesia. Jadwal tayang menjadi hal sakral: anak-anak hafal jam kartun, orang tua menanti berita utama, dan semua berkumpul saat ada film layar lebar malam Minggu.

Tak ada ponsel, tak ada YouTube. Hiburan ya dari televisi. Bahkan, antena pun harus diputar manual, kadang naik ke atap hanya untuk mencari sinyal yang jernih. Jika hujan turun, gambar bisa mendadak hilang, hanya menyisakan suara serak-serak basah.

"Momen paling seru itu saat semua anak kampung nonton bareng. Yang punya TV cuma satu-dua rumah, jadi semua ngumpul. Gelar tikar, bawa jajanan, dan kadang rebutan posisi duduk paling depan," ujar Udin lagi, matanya menerawang mengingat masa lalu.

Kini, televisi sudah layar datar, bisa disambungkan ke internet, bisa diputar ulang tayangannya. Tapi sensasi tahun 1994 itu tak tergantikan. Ada kehangatan, ada kebersamaan, dan ada kenangan manis yang tak akan bisa di-rewind.

Kenangan televisi tahun 1994 bukan hanya tentang apa yang ditonton, tapi tentang siapa yang menontonnya bersama kita.

***
Sumber: Ud.
×
Berita Terbaru Update